Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara: Sebuah Persekutuan Baru?

Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara: Sebuah Persekutuan Baru?

Presiden Cina Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un .(FOTO/reuters)
Presiden Cina Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un .(FOTO/reuters)

Pada tanggal 27 Juli 2023 lalu, Republik Rakyat Tiongkok (berikutnya disebut Tiongkok atau RRT) dan rekan latihan militernya baru-baru ini, Rusia, menerima sebuah undangan dari Korea Utara untuk hadir dalam peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Korea di Pyongyang.1 Ini merupakan undangan kunjungan pertama untuk suatu negara setelah Korea Utara menutup dirinya semenjak pandemi Covid-19. Tiongkok mengirimkan salah satu delegasi mereka yang dipimpin oleh anggota Politbiro Partai Komunis Tiongkok (PKT) Li Hongzhong, sedangkan Rusia mengirimkan menteri pertahanan mereka, Sergei Shoigu, sebagai delegasi untuk mengikuti acara peringatan di atas.2 Dalam kesempatan tersebut, kedua pejabat Rusia dan Tiongkok itu diundang untuk mendampingi Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan peninjauan rudal balistik dan drone terbaru mereka.3 Kim juga mengajak kedua pejabat itu menjalani sebuah tur kecil untuk melihat pameran persenjataan lain milik negaranya, seperti rudal balistik antarbenua terbesar Korea Utara Hwangsong-17, Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) berbahan bakar padat Hwangsong-18, dan pesawat pengintai yang mirip dengan Golden Hawk milik Amerika Serikat.4 Tidak hanya sebuah tur dan perayaan, dalam pertemuan pemimpin Korea Utara dengan delegasi Tiongkok itu, Kim juga menyampaikan janjinya untuk mengembangkan hubungan kedua negara ke “puncak baru” guna mengatasi situasi internasional yang rumit. Penegasan dan janji tersebut diberitakan media pemerintah Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA) pada hari Sabtu, 29 Juli 2023.5

Peristiwa di atas menandakan adanya peningkatan hubungan yang signifikan antara ketiga negara di atas. Setidaknya pada awal hingga pertengahan dasawarsa yang lalu, hubungan di antara ketiga negara di atas belum berkembang menuju kedekatan seperti saat ini. Sikap Rusia maupun Tiongkok yang turut bergabung dengan Amerika Serikat dalam menjatuhkan sanksi ekonomi tegas untuk Korea Utara atas tindakan uji coba nuklir mereka sepanjang tahun 2016–2017, membawa pengaruh pada kedekatan kedua negara raksasa itu dengan Korea Utara. Namun, setelah uji coba nuklir Korea Utara terakhir pada tahun 2017, Kim memutuskan untuk memperbaiki hubungan dengan kedua negara tersebut.6 Bermula dengan Rusia, Kim melakukan pertemuan untuk pertama kalinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2019. Kim juga memberikan selamat kepada Putin bulan Oktober lalu karena sudah menghancurkan tantangan dan ancaman Amerika Serikat. Bahkan, kedua pemimpin itu berjanji untuk “bergandengan tangan” dan meningkatkan kerja sama strategis kedua negara.7

Berbeda dengan hubungannya dengan Rusia, Korea Utara memiliki kedekatan khusus dengan Tiongkok, baik dari sisi kesamaan ideologi maupun kerja sama antarkeduanya. Ketika Perang Korea (1950—1953) sedang berkecamuk, Tiongkok memberi bantuan dengan terlibat secara langsung.8 Tiongkok pulalah yang sering kali memberikan dukungan pembelaan terhadap kepentingan–kepentingan negara itu di dunia internasional. Pada tahun 2014, Tiongkok menyatakan keberatannya terhadap rencana Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mendorong agar Korea Utara diadili di Mahkamah Kriminal Internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia.9 Dua tahun selanjutnya, ketika Korea Selatan dan Amerika Serikat berencana memasang sistem pertahanan antirudal The Terminal High Altitude Area Defense(THAAD) guna menghadapi berkembangnya kemampuan senjata nuklir dan rudal milik Korea Utara, Tiongkok bukan hanya menyampaikan keberatannya, namun bahkan menarik pulang duta besarnya dari Korea Selatan dan Amerika Serikat. Relasi keduanya sangat baik walau dukungan Tiongkok pada resolusi PBB terkait penjatuhan sanksi ekonomi tahun 2013 tampaknya mengecewakan pihak Korea Utara.10

Memasuki dasawarsa ketiga abad ke-21, hubungan ketiga negara di atas semakin dekat. Ini terlihat, antara lain, dari dukungan yang diberikan Rusia dan RRT kepada Korea Utara untuk menggagalkan upaya Amerika Serikat dalam memperkuat sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) tahun 2022 terhadap uji coba intensif rudal Korea Utara. Padahal, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mendesak Tiongkok yang memiliki “pengaruh unik” terhadap Korea Utara untuk membantu membendung program nuklirnya.11 Sebaliknya, ketika kelompok tentara bayaran Rusia Wagner Group melakukan upaya pembangkangan terhadap Moskow bulan Juni 2023 lalu, giliran Tiongkok dan Korea Utara memberikan dukungan penuh kepada pemerintah Rusia.12

Hubungan ketiga negara di atas seolah memasuki tahap baru seiring dengan terkonsolidasinya aliansi antara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang, sebuah aliansi yang dibangun untuk mengantisipasi ancaman dari Korea Utara.13 Seolah memberi respons terhadap terciptanya aliansi di atas, Tiongkok terlihat semakin mempererat hubungan dengan Rusia dan Korea Utara, serta secara tidak langsung membentuk kelompok eksklusif bersama dengan dua negara yang bersitegang dengan negara-negara Barat itu.14 Kehadiran RRT dan Rusia dalam peringatan 70 tahun berakhinya Perang Korea di atas seolah menjadi bukti nyata atas penguatan ikatan ketiganya. Dalam pandangan beberapa ahli, seperti Paul Bracken, seorang profesor manajemen dan ilmu politik dari Universitas Yale, ketiga negara di atas sedang membentuk sebuah koalisi baru.15 Koalisi ini, menurut Yong-Chool Ha dan Beom Shik Shin, berpotensi membagi negara-negara dunia menjadi beberapa kubu, utamanya kubu yang mempertahankan tatanan liberal yang dipimpin Amerika Serikat dan sekutunya, serta mereka yang berpihak pada Tiongkok dan dua negara sahabatnya: Rusia dan Korea Utara.16

Terbentuknya koalisi baru yang berpotensi menciptakan persaingan antara kubu-kubu di atas bukan saja patut disayangkan, namun tidak sejalan dengan retorika yang seringkali didengungkan oleh RRT. Sebagai contoh, menanggapi upaya Amerika Serikat untuk memperkuat hubungannya dengan Korea Selatan dan Jepang, Tiongkok pernah mengingatkan bahwa upaya di atas justru dapat meningkatkan ketegangan dan konfrontasi di kawasan.17 Melalui juru bicara Kementerian Luar Negerinya, Wang Wenbing, RRT memperingatkan bahwa upaya untuk membuat kelompok eksklusif, serta membawa konfrontasi blok ke kawasan Asia Pasifik. tidak populer dan akan memicu kewaspadaan serta oposisi negara-negara di kawasan itu.18 Selain itu, dalam berbagai pernyataan para pejabat tingginya, Tiongkok juga berulang kali menyampaikan penolakannya terhadap apa yang mereka sebut sebagai “mentalitas Perang Dingin” yang menurut mereka sedang terjadi di kawasan Asia Timur.19 Namun demikian, retorika Tiongkok di atas berpotensi menjadi sekadar argumen-argumen yang bersifat retorika belaka. Pasalnya, alih-alih berupaya menghindarkan kawasan Asia Pasifik dari persaingan antarblok dan “mentalitas perang dingin,” RRT justru membangun sebuah koalisi baru, bersama Rusia dan Korea Utara, yang malah berpotensi menghadirkan persaingan antarblok dan bahkan “perang dingin” baru tersebut.


Referensi

  1. Stephanie Priscillia, “Latihan Militer Tiongkok-Rusia dan Ketegangan di Kawasan Asia Pasifik,” 14 Agustus 2023, https://forumsinologi.id/latihan-militer-tiongkok-rusia-dan-ketegangan-di-kawasan-asia-pasifik/.
  2. Laraswati Ariadne Anwar, “Korut-Rusia-China Makin Mesra,” Kompas.id, 27 Juli 2023, https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/07/27/korut-rusia-china-makin-mesra.
  3. Laraswati Ariadne Anwar, “Korut-Rusia-China Makin Mesra,” Kompas.id, 27 Juli 2023, https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/07/27/korut-rusia-china-makin-mesra.
  4. Anwar, “Korut-Rusia-China Makin Mesra.”
  5. Maler dan Feast (edt.), “North Korea’s Kim Vows to Boost Cooperation with China to ‘new high’.”
  6. Luki Aulia, “China-Korut-Rusia, Poros Persahabatan demi Keamanan, Persenjataan, dan Ekonomi,” Kompas.id, 27 Juli 2023, https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/07/27/china-korut-rusia-poros-persahabatan-demi-keamanan-persenjataan-dan-ekonomi
  7. Ibid.
  8. Yohanes Advent Krisdamarjati, “Makna Pertemuan China-Korea Utara,” Kompas.id, 19 Januari 2019, https://www.kompas.id/baca/riset/2019/01/19/makna-pertemuan-china-korea-utara.
  9. Ibid.
  10. Ibid.
  11. Luki Aulia, “Situasi Paradoks Liputi 70 Tahun Gencatan Senjata Korea,” Kompas.id, 27 Juli 2023, https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/07/27/situasi-paradoks-di-korea.
  12. Thea Fathanah Arbar, “Heboh Kudeta di Rusia, China dan Korut ‘Teriak’ semi Putin,” CNBC Indonesia, 26 Juni 2023, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230626111258-4-449234/heboh-kudeta-di-rusia-china-korut-teriak-demi-putin.
  13. Amerika Serikat (AS), Korea Selatan, dan Jepang membentuk sebuah aliansi trilateral yang pada awalnya dibentuk untuk mengurangi kekhawatiran terhadap ancaman yang diberikan Korea Utara. Dalam perkembangannya kekhawatiran itu diperburuk oleh kedekatan hubungan antara Korea Utara, Tiongkok, dan Rusia dalam peringatan 70 tahun berakhirnya Perang Korea. Aliansi AS, Korea Selatan, dan Jepang kemudian melaksanakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Trilateral di Camp David, Maryland, AS pada Jumat, 18 Agustus 2023. Pada KTT tersebut, Joe Biden, Yoon Suk Yeol, dan Fumio Kishida menyepakati untuk mendukung sentralitas dan stabilitas di kawasan ASEAN. Ketiga negara pula membahas upaya yang harus mereka lakukan untuk menghadapi kekuatan Tiongkok yang sedang meningkat serta ancaman nuklir dari Korea Utara. Lihat Luki Aulia, “Ketakutan AS-Jepang-Korsel pada China-Korut Itu Nyata,” Kompas.id, 19 Agustus 2023, https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/08/18/ketakutan-as-jepang-korsel-pada-china-korut-itu-nyata; Benedikta Miranti T.V., “Sepakat Dukung Sentralisasi dan Stabilitas Kawasan ASEAN,” Liputan 6, 22 Agustus 2023, https://www.liputan6.com/global/read/5376549/amerika-serikat-jepang-dan-korea-selatan-sepakat-dukung-sentralitas-dan-stabilitas-kawasan-asean.
  14. Aulia, “Ketakutan AS-Jepang-Korsel pada China-Korut Itu Nyata.”
  15. Yudono Yanuar (edt.), “Aliansi Segitiga China-Rusia-Korea Utara, Seberapa Besar dan Bahaya?” Tempo.co, 1 Agustus 2023, https://fokus.tempo.co/read/1754515/aliansi-segitiga-china-rusia-korea-utara-seberapa-besar-dan-bahaya.
  16. Yong-Chool Ha dan Beom-Shik Shin, “The Impact of the Ukraine War on Russian-North Korean Relations, Asian Survey, 14 Oktober 2022, https://online.ucpress.edu/as/article/62/5-6/893/194123/The-Impact-of-the-Ukraine-War-on-Russian-North
  17. Andika Hendra Mustaqim, “6 Fakta Kesepakatan dalam KTT AS, Korea Selatan, dan Jepang, Salah Satunya Siap Berperang Melawan China,” Sindonews, 19 Agustus 2023, https://international.sindonews.com/read/1180079/45/6-fakta-kesepakatan-dalam-ktt-as-korea-selatan-dan-jepang-salah-satunya-siap-berperang-melawan-china-1692446928?showpage=all.
  18. Aulia, “Ketakutan AS-Jepang-Korsel pada China-Korut Itu Nyata.”
  19. Ibid; Cindy Frishanti Octavia, “China Minta Jepang, Korsel Tolak Kebangkitan Mentalitas Perang Dingin,” Antaranews, 4 Juli 2023, https://www.antaranews.com/berita/3617538/china-minta-jepang-korsel-tolak-kebangkitan-mentalitas-perang-dingin; Ezra Sihite, “Mentalitas Perang Dingin Ancaman Terbesar Stabilitas Dunia, Kata China,” Viva, 12 Oktober 2022, https://www.viva.co.id/berita/dunia/1531498-mentalitas-perang-dingin-ancaman-terbesar-stabilitas-dunia-kata-china; Supianto, “Xi Jinping Sebut Mentalitas Perang Dingin Masih Hantui Dunia,” Jurnas.com, 24 Agustus 2023, https://www.jurnas.com/artikel/142096/Xi-Jinping-Sebut-Mentalitas-Perang-Dingin–Masih-Hantui-Dunia/.

Stephanie Priscillia, adalah alumni Jurusan Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan. Kini bekerja sebagai peneliti junior pada Forum Sinologi Indonesia (FSI), Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *