Departemen Kerja Front Persatuan dan Upaya PKC Menanamkan Pengaruh di Luar Negeri

Departemen Kerja Front Persatuan dan Upaya PKC Menanamkan Pengaruh di Luar Negeri

Para pelajar memamerkan karya kaligrafinya dalam acara menyambut Tahun Baru Imlek di Institut Konfusius Universitas Dar es Salaam di Tanzania pada 11 Januari 2023. Sumber: Herman Emmanuel/Xinhua via Getty Image
Para pelajar memamerkan karya kaligrafinya dalam acara menyambut Tahun Baru Imlek di Institut Konfusius Universitas Dar es Salaam di Tanzania pada 11 Januari 2023. Sumber: Herman Emmanuel/Xinhua via Getty Image

Meski seringkali menekankan komitmennya untuk tidak turut campur dalam urusan internal negara-negara lain, Republik Rakyat China (berikutnya disebut sebagai RRC atau China) sebenarnya tetap melakukan berbagai upaya untuk menanamkan pengaruhnya dalam masyarakat, dan bahkan politik, di berbagai negara di Asia, Eropa, dan bahkan Amerika Utara.1 Menurut penuturan Joshua Kurlantzick, seorang jurnalis dan pemerhati China yang dikenal luas melalui bukunya yang berjudul Charm Offensive: How China’s Soft Power Is Transforming the World, upaya-upaya Beijing untuk menanamkan pengaruh dalam masyarakat negara lain dalam satu dasawarsa terakhir ini diarahkan pada sistem edukasi di luar negeri.2 Dalam pandangan Kurlantzick, strategi yang diterapkan oleh RRC, antara lain termasuk diplomasi pendidikan dan budaya, dan upaya untuk melakukan kontrol secara de facto terhadap kelompok-kelompok mahasiswa etnik Tionghoa.3  Masih menurut Kurlantzick, organisasi yang memainkan peran sangat penting dalam upaya di atas adalah Departmen Kerja Front Persatuan (United Front Work Department, UFWD), sebuah organisasi yang awalnya hanya fokus kepada orang-orang Tionghoa Perantuan, namun dalam perkembangannya melakukan operasi yang lebih besar, 4 termasuk di antaranya adalah upaya penggalangan dan upaya mempengaruhi berbagai pihak yang seringkali dilaksanakan oleh organisasi tersebut di bawah permukaan. Apa itu UFWD? Bagaimana ia berkembang menjadi organisasi yang memainkan peran penting bagi pengaruh China di luar negeri? Apa saja contoh-contoh kasus yang melibatkannya? Apakah UFWD berupaya menanamkan pengaruhnya di Indonesia?  Artikel singkat ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Menurut beberapa sumber, UFWD, yang dalam Bahasa Mandarin disebut sebagai Zhonggong Zhongyang Tongyi Zhanxian Gongzuobu 中共中央统一战线工作部 (Tongzhanbu 统战部) adalah sebuah departemen dalam Komite Pusat Partai Komunis China (PKC). Departemen ini merupakan “bagian integral dari struktur partai yang kadang kala turun hingga level paling bawah, dan dikoordinasikan pada level pimpinan puncak oleh sebuah kelompok bernama ‘Kelompok Kecil Pemimpin Front Persatuan’ yang dibentuk oleh Xi Jinping.”5 Sebagaimana digambarkan oleh Alex Joske, UFWD merupakan salah satu bagian penting dari apa yang ia sebut sebagai “Sistem Front Persatuan,” yang merupakan alat bagi PKC untuk memperkuat pengaruhnya, antara lain dengan cara melakukan kooptasi terhadap perwakilan-perwakilan dari kelompok-kelompok minoritas, gerakan keagamaan, dan kelompok bisnis, ilmuwan, dan politik.6 Melalui “Sistem Front Persatuan” ini, PKC berupaya untuk mempengaruhi kelompok-kelompok di luar partai, utamanya mereka yang dianggap sebagai perwakilan dari masyarakat sipil, dan bersama mereka membentuk koalisi dari berbagai kelompok untuk mewujudkan tujuan partai.7 Yang penting untuk dicatat, meski merupakan pemeran utama dalam sistem di atas, keterlibatan PKC dalam kegiatan-kegiatan dalam sistem ini seringkali justru disembunyikan.8 Joske juga mencatat bahwa “Sistem Front Persatuan” ini mengekspor sistem politik PKC ke luar RRC, antara lain dengan  mempengaruhi partai politik negara lain, komunitas diaspora, dan perusahaan-perusahaan multinasional.9

Meski UFWD telah hadir dalam struktur PKC bahkan sebelum RRC berdiri,  peran organ partai ini menjadi semakin penting sejak Xi Jinping mulai menjabat sebagai pemimpin tertinggi di negara tersebut. Xi yang melihat pentingnya peran “Tionghoa seberang lautan” (Chinese diaspora) dalam proyek peremajaan kembali bangsa Tionghoa menjadikan upaya merangkul Tionghoa seberang lautan sebagai salah satu fokus dari UFWD.10 Di antara Tionghoa seberang lautan, utamanya yang tergolong sebagai “migran baru,” mereka yang menjadi target utama dari UFWD adalah kelompok elit dan mahasiswa asal RRC yang sedang belajar di luar negeri.11

Untuk tujuan tersebut di atas, Xi melakukan perombakan terhadap UFWD, antara lain dengan meletakan Kantor Urusan Tionghoa Perantauan (OCAO, the Overseas Chinese Affairs Office) di bawah kendali departemen ini.12  Selain OCAO, Komisi Urusan Etnik Negara (the State Ethnic Affairs Commision) dan Administrasi Negara Urusan Agama (the State Administration for Religious Affairs) juga diletakkan sebagai bagian dari UFWD.13 Namun demikian, menurut Qin Mei, seorang peneliti yang menyelesaikan studi magister pada Georgetown University di Washington D.C., Amerika Serikat, Xi menekankan perhatian yang cukup mendalam kepada urusan Tionghoa Perantauan.14 Masih menurut peneliti tersebut, hal ini memperlihatkan makin tingginya keinginan PKC untuk berkomunikasi, mempengaruhi, bahkan menerapkan kontrol terhadap komunitas Tionghoa perantauan.15 Keinginan ini juga terlihat dari manual pengajaran baru dari UFWD, yang antara lain menyatakan bahwa “persatuan orang Tionghoa di dalam negeri memerlukan adanya persatuan dari anak-anak lelaki dan perempuan Tionghoa di luar negeri.”16 Manual tersebut juga merekomendasikan berbagai cara untuk mempengaruhi orang Tionghoa Perantauan, antara lain dengan menekankan hubungan emosional antara mereka dan “tanah air,” menanamkan rasa bangga bila menjadi bagian dari “peremajaan besar bangsa Tionghoa” (the great rejuvenation of the Chinese people), dan penyediaan insentif material bagi individual dan kelompok Tionghoa Perantauan yang dianggap memiliki nilai bagi kepentingan Beijing.17

Dalam pandangan Gerald Groot, seorang ahli China yang mengajar pada Universitas Adelaide, Australia, keinginan PKC untuk menjangkau komunitas Tionghoa Perantauan menyebabkan UFWD berupaya untuk menjalin hubungan dengan para migran yang meninggalkan RRC sejak akhir 1979 dan para mahasiswa RRC di luar negeri, yang menurut Groot berjumlah lebih dari 50 juta orang.18 Melalui mereka, PKC bertujuan untuk menyampaikan “cerita tentang China” yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh PKC.19 Para Tionghoa Perantauan tersebut didorong untuk secara aktif mempromosikan pandangan PKC dan negara RRC di wilayah masing-masing, antara lain melalui publikasi yang menggunakan material dari China, menjalin hubungan dengan para politisi setempat, serta mempengaruhi kebijakan sehingga dapat mempromosikan kepentingan PKC.20 Mereka juga didorong untuk membangun berbagai perkumpulan untuk menekankan posisi yang sesuai dengan pendirian RRC dalam berbagai isu, seperti isu tentang Taiwan dan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI, Belt and Road Initiative).21

Kehadiran dan kegiatan UFWD, yang berupaya menanamkan pengaruh dalam masyarakat Tionghoa Perantauan di berbagai negara, menjadi perhatian dan bahkan menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah berbagai negara, khususnya negara-negara Barat, seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat.22 Apalagi, di beberapa negara di atas, pernah terjadi kasus-kasus yang ditengarai melibatkan UFWD. Studi Qin Mei yang mengangkat kasus-kasus di Australia dan Selandia Baru, misalnya, memperlihatkan bagaimana UFWD membungkam mereka yang tidak sejalan dengan kebijakan RRC, tetapi mendorong mereka yang pro-RRC untuk terjun dalam politik, memperoleh kesuksesan, dan akhirnya digunakan untuk kepentingan China.23 Sementara itu, tulisan Martin Purbric menunjukan kecurigaan pihak Kanada terhadap adanya campur tangan asing oleh PKC untuk mendukung kandidat politik dan pejabat terpilih tertentu, serta adanya donasi uang tunai yang tidak terdeklarasi bagi kandidat politik yang dianggap menguntungkan oleh RRC.24

Bagaimana dengan di Indonesia? Meski jumlah migran baru di Indonesia sebenarnya tidak signifikan, dan komunitas Tionghoa di Indonesia didominasi oleh mereka yang termasuk dalam kategori “migran lama,” bukan berarti UFWD sama sekali tidak melakukan upaya apa pun di Nusantara ini. Dalam beberapa tahun berselang, lembaga-lembaga yang patut diduga memiliki kaitan dengan UFWD telah melakukan kunjungan-kunjungan terhadap kelompok-kelompok masyarakat di Indonesia. Sebagai contoh, sebuah asosiasi yang bernama Asosiasi Persahabatan Tionghoa Perantauan (Zhongguo Renmin Duiwai Youhao Xiehui 中国人民对外友好协会, atau the Chinese Overseas Friendship Association) pernah melakukan kunjungan ke beberapa organisasi Tionghoa di Indonesia. Yang menarik, dalam kunjungan yang dilakukan pada awal bulan Juli yang lalu, Chen Xu, wakil presiden Asosiasi Persahabatan Tionghoa Perantauan sekaligus salah seorang pemimpin delegasi dalam kunjungan tersebut, menyampaikan pernyataan-pernyataan yang penting dicermati. Pertama, terdapat pernyataan yang menekankan hubungan emosi antara Tionghoa Indonesia, yang sebenarnya sudah sepenuhnya Indonesia, dengan RRC. Chen, mengatakan, misalnya, bahwa sepanjang periode pandemi Covid-19, RRC sangat peduli terhadap Tionghoa perantauan, dan bahwa “negara asal tidak melupakanmu dan selalu peduli terhadap kalian.”25 Ia mengatakan bahwa tujuan kedatangannya adalah untuk menyampaikan kepedulian dan salam dari negara asal.26  Kedua, terdapat kalimat apresiasi atas peran Tionghoa menjadi jembatan bagi hubungan antara RRC dan Indonesia.27 Dan ketiga, terdapat dorongan agar Tionghoa di Indonesia membangun rasa percaya pada perkembangan ekonomi China dan dunia di masa mendatang, melanjutkan kepedulian dan dukungan pada reformasi di China, membuka diri dan modernisiasi sosial, dan bekerja sama untuk mempromosikan modernisasi ala China dan pembangunan sabuk dan jalan (Belt and Road) agar putra dan putri dari bangsa China di rumah (dalam negeri China) dan di luar negeri dapat berbagai impian tentang peremajaan nasional China.28

Pernyataan-pernyataan di atas, meskipun terdengar sangat manis, sebenarnya merupakan pernyataan yang sangat mirip dengan apa yang menjadi tujuan dari UFWD. Ini membuat adanya kecurigaan bahwa Asosiasi Persahabatan Tionghoa Perantauan memiliki hubungan yang erat dengan UFWD atau setidaknya dengan PKC secara umum.29  Apalagi, Chen Xu, wakil presiden dari asosiasi di atas, ternyata adalah wakil kepala dari UFWD.30 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Asosiasi Persahabatan Tionghoa Perantauan, yang pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan beberapa kelompok masyarakat di Indonesia, memiliki kaitan yang erat dengan UFWD.

Kedatangan para pejabat yang berkaitan dengan UFWD di atas ke Indonesia perlu disikapi secara hati-hati dan bijaksana oleh pihak-pihak terkait di Indonesia. Pertama, pemerintah Indonesia perlu memberi perhatian dan meningkatkan pengawasan kepada masuknya pihak-pihak yang meski mengatasnamakan berbagai organisasi berbeda, namun sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah organisasi politik asing, dalam hal ini adalah PKC. Dalam hal UFWD, penting untuk dicatat bahwa berdasarkan beberapa studi, organisasi ini diduga pernah melakukan intervensi dalam politik internal di beberapa negara, antara lain Kanada, Selandia Baru, dan Australia. Oleh karenanya, Indonesia, yang sedang bersiap-siap melaksanakan pemilihan umum presiden dan parlemen perlu meningkatkan kehati-hatiannya. Kedua, masyarakat perlu memberi apresiasi kepada komunitas Tionghoa Indonesia, yang telah berkali-kali memperlihatkan sikap keengganan (bahkan penolakan) ketika dibujuk oleh pihak-pihak asing, termasuk pihak yang mengaku sebagai “negara asal.” Ketiga, komunitas Tionghoa Indonesia, yang merupakan bagian utuh dari bangsa Indonesia, dan bukan lagi merupakan bagian dari RRC, perlu mempertahankan sikap hati-hati mereka.


Referensi


  1. Joshua Kurlantzick, “Beijing’s Influence Tactics With the Chinese Diaspora: An Excerpt,” tersedia daring di https://www.cfr.org/blog/beijings-influence-tactics-chinese-diaspora-excerpt (Diunduh 31 Juli 2023).
  2. Ibid
  3. Ibid. Sangat mungkin yang dimaksud oleh Kurlantzick sebagai “kelompok mahasiswa etnik Tionghoa” adalah mereka yang tergolong dalam kategori “migran baru.” Untuk pemahaman yang lengkap mengenai migran baru, khususnya di Asia Tenggara, lihat Leo Suryadinata dan Benjamin Loh (Eds) Rising China and New Chinese Migrants in Southeast Asia (Sengapore: ISEAS, 2022).
  4. Kurlantzick, “Beijing’s Influence.”
  5. Mercy A. Kuo, “China’s United Front Work: Propaganda as Policy: Insights from Gerald Groot,” tersedia dalam bentuk daring di https://thediplomat.com/2018/02/chinas-united-front-work-propaganda-as-policy/ (Diunduh 31 Juli 2023).
  6. Alex Joske, The Party Speaks for You: Foreign interference and the Chinese Communist Party’s united front System. (Canberra: Australian Strategic Policy Institute, 2020). Tersedia daring di https://www.aspi.org.au/report/party-speaks-you (diunduh 8 Agustus 2023).
  7. Ibid.
  8. Ibid.
  9. Ibid.
  10. Qin Mei, “Victim and Accomplice? The Role of Overseas Chinese in China’s Foreign Interference Activities in the Xi Jinping Era,” Thesis Magister pada Faculty of the Graduate School of Arts and Sciences of the Georgetown University. Tersedia dalam bentuk daring di https://repository.library.georgetown.edu/bitstream/handle/10822/1062295/Mei_georgetown_0076M_14792.pdf?sequence=1 (Diunduh 1 Agustus 2023)
  11. Ibid.
  12. Untuk penjelasan mengenai Kantor Urusan Tionghoa Perantauan (Overseas Chinese Affairs Office), lihat Leo Suryadinata, The Rise of China and the Chinese Overseas: A Study of Beijing’s Changing Policy in Southeast Asia and Beyond (Singapore: ISEAS, 2017), hal. 27-29.
  13. Alex Joske, The Party.
  14. Mei, “Victim,” hal. 10.
  15. Ibid.
  16. Mei, “Victim,” hal. 11
  17. Ibid.
  18. Kuo, “China’s.”
  19. Ibid.
  20. Ibid.
  21. Ibid.
  22. Ibid.
  23. Mei, “Victim,” hal. 17 dan 21
  24. Martin Purbrick, United Front Work and Beyond: How the Chinese Communist Party Penetrates the United States and Western Societies, tersedia daring pada https://jamestown.org/wp content/uploads/2023/04/United-Front-Work-and-Beyond_How-the-Chinese-Communist-Party-Penetrates-the United-States-and-Western-Societies.pdf (Diunduh 1 Agustus 2023), hal. 14.
  25. Perhimpunan Pengusaha Indonesia Tionghoa, “Chen Xu, Vice President of the Chinese Overseas Friendship Association, Led a Delegation to Visit Indonesian Chinese Entrepreneurs Association to Hold a Welcome Dinner,” tersedia daring pada https://www.perpit.or.id/en/news-chen-xu–vice-president-of-the-chinese-overseas-friendship-association–led-a-delegation-to-visit-indonesian-chinese-entrepreneur-association-to-hold-a-welcome-dinner.html (Diunduh 1 Agustus 2023).
  26. Ibid.
  27. Ibid.
  28. Ibid.
  29. Peter Chalk, “PRC Influence Operations in the Philippines: Can Beijing Flip the South China Sea Script?,” China Brief 23(9) 2023. Tersedia daring pada https://jamestown.org/program/prc-influence-operations-in-the-philippines-can-beijing-flip-the-south-china-sea-script/ (Diunduh 1 Agustus 2023); John Doston, “China Explores Economic Outreach to U.S. States Via United Front Entities,” China Brief 19(12) 2019. Tersedia daring pada https://jamestown.org/program/china-explores-economic-outreach-to-u-s-states-via-united-front-entities/ (Diunduh 1 Agustus 2023).
  30. https://www.zytzb.gov.cn/zytzb/2022-09/26/article_2022121420300082382.shtml (Diunduh 1 Agustus 2023); Philip Lenczycki, “American Elites Have Deep Ties To A New Chinese Spy Chief.” Tersedia daring pada https://dailycaller.com/2022/03/18/american-elites-have-deep-ties-to-a-new-chinese-spy-chief/. (Diunduh 8 Agustus 2023).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *