China, Filipina, dan Kawasan Asia Tenggara

China, Filipina, dan Kawasan Asia Tenggara

Forum Sinologi Indonesia (FSI) kembali mengadakan seminar pada tanggal 14 Desember 2023 lalu, yang bertajuk “China, Filipina, dan Kawasan Asia Tenggara”, sebagai tanggapan atas perselisihan antara China dan Filipina di Laut China Selatan (LCS) yang semakin memanas, serta dampaknya bagi kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan. Kali ini FSI mengundang Yang Mulia Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Widjojo, Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Filipina, dan Ristian Atriandi Supriyanto, M.Sc., dosen Hubungan Internasional, FISIP Universitas Indonesia, ditemani oleh Johanes Herlijanto, Ph.D., dosen Universitas Pelita Harapan dan Ketua FSI. 

Dubes Agus Widjojo menjelaskan bahwa insiden gesekan di LCS bukanlah gambaran keseluruhan dari hubungan kedua negara. Meski ketegangan kerap terjadi di wilayah tersebut, Agus Widjojo melihat bahwa secara politik kedua belah pihak akan bersikap menahan diri dan menggunakan jalur diplomasi dalam penyelesaian konflik. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. dianggap akan menjalankan kebijakan luar negerinya yaitu “friend to all, enemy to none”, di mana Filipina mengutamakan pentingnya konsolidasi ASEAN di LCS, dengan melibatkan negara-negara yang bersangkutan, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam. Namun, ia juga memprediksi bahwa China akan terus melakukan aksi gesekan dengan Filipina, sementara Filipina akan tetap melakukan rotasi dan misi suplai logistik ke BRP Sierra Madre. 

Ristian menjelaskan bahwa LCS tidak lagi merupakan sengketa perbatasan, melainkan sengketa kepentingan negara adidaya yang terlibat di dalamnya. Filipina sepakat bermitra dengan AS dan Australia dalam latihan dan patroli kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Filipina, dan menteri pertahanan Filipina ikut mengajak pihak, seperti Jepang, Kanada, Inggris, dan Perancis untuk mendukung Filipina akan hak berdaulatnya di West Philippine Sea. Namun, Filipina ditempatkan pada posisi yang tertekan karena kekuatan militer ataupun paramiliter mereka yang tidak sebesar China. Beliau melihat prospek ASEAN dalam LCS adalah dari pembentukan the Declaration of Conduct (DOC), serta dalam tahap negosiasi Code of Conduct (COC). Namun, perlu diingat kembali bahwa perundingan COC sudah lebih dari 20 tahun tetapi belum ada hasilnya. Hal ini disebabkan oleh banyak kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Johanes mengemukakan bahwa strategi tegas ataupun upaya pertemanan yang dilakukan Filipina ini tidak membuat China menghentikan langkah agresifnya, mengingat tindakan agresif yang semakin meningkat tahun-tahun belakang ini. Ia mengatakan bahwa ASEAN sebagai kekuatan regional di kawasan Asia Tenggara harus bersatu dan menyatakan sikap tegas atas provokasi China di LCS.