Latihan Militer Tiongkok—Rusia dan Ketegangan di Kawasan Asia Pasifik

Latihan Militer Tiongkok—Rusia dan Ketegangan di Kawasan Asia Pasifik

Rusia pada Kamis (1/9) meluncurkan latihan perang selama sepekan yang melibatkan pasukan dari China dan negara-negara lain, sebagai ilustrasi. (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)
Rusia pada Kamis (1/9) meluncurkan latihan perang selama sepekan yang melibatkan pasukan dari China dan negara-negara lain, sebagai ilustrasi. (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)

Pada bulan Juli 2023, Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) Republik Rakyat Tiongkok (berikutnya disebut Tiongkok atau RRT) mengadakan kembali latihan militer bersama negara-negara lain. Latihan militer ini berbeda dengan latihan militer besar-besaran yang dilakukan Tiongkok dengan negara tetangga Thailand di tahun 2022 dan 2023, yang diberi nama Falcon Strike 2022 dan Falcon Strike 2023.1 Latihan kali ini bertajuk Latihan Militer Interaksi/ Utara-2023 (Northern/Interaction-2023) dan diselenggarakan oleh Komando Palagan Utara Tentara TPR Tiongkok, dan berlangsung di Laut Jepang (Laut Timur).2 Dalam latihan militer yang bertemakan “menjaga keselamatan jalur maritim strategis” itu3, Tiongkok mengundang pasukan Rusia untuk ikut berpartisipasi. Keikutsertaan Rusia kali ini terhitung sebagai partisipasi kedua mereka dalam latihan strategis tahunan TPR, setelah terakhir berpartisipasi dalam latihan Interaksi/Barat-2021 (Western/Interaction-2021) pada bulan Agustus 2021 di daerah Otonomi Ningxia Hui, Tiongkok Barat Laut.4

Dalam latihan militer kali ini, kedua negara saling mengirimkan pasukan angkatan laut dan udara mereka. Rusia mengirimkan kapal anti-kapal selam Admiral Tribunts dan Admiral Panteleev, kapal korvet Gremyashy dan Aldar Tsydenzhapov, beserta berbagai jenis pesawat dan berangkat menuju lokasi latihan dari Vladivostok. Tiongkok juga memberangkatkan peralatan tempur utama yang terdiri dari kapal perusak berpeluru kendali Qiqihar dan Guiyang, Fregat berpeluru kendali Zaozhuang dan Rizhao, serta kapal pasukan komprehensif Taihu yang membawa empat helikopter dari Qingdao, Provinsi Shandong Tiongkok Timur. Selain itu, Angkatan Udara Tiongkok juga mengirimkan pesawat angkut Y-20 dan beberapa jenis pesawat lain seperti pesawat peringatan dini KJ-500, jet tempur J-16, dan helikopter Z-20 untuk berpartisipasi.5

Sebagai dinyatakan oleh Kementerian Pertahanan Tiongkok pada hari Sabtu 15 Juli 2023, negara itu mengaku bahwa latihan ini dirancang untuk meningkatkan dan memperkuat kemampuan koordinasi militer kedua negara dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional, serta menanggapi berbagai tantangan keamanan.6 Namun ironinya, latihan perang yang diakui sebagai upaya menjaga perdamaian dan stabilitas regional itu justru menimbulkan rasa khawatir bagi beberapa negara yang berdekatan dengan lokasi latihan di atas. Di antara negara yang terusik oleh latihan perang tersebut adalah Jepang dan Korea Selatan. Keduanya termasuk di antara negara-negara di Asia yang mengkritik dan menentang invasi Rusia terhadap Ukraina, yang dimulai pada tahun lalu dan masih berlangsung hingga saat ini. Sebagai respons, Jepang mengirimkan kapal, sedangkan Korea Selatan mengerahkan jet tempur untuk berjaga-jaga saat armada Rusia melewati perairan mereka menuju lokasi latihan perang di atas. Selain Korea Selatan dan Jepang, pemerintah Taiwan, sebuah wilayah yang oleh RRT dianggap sebagai miliknya, juga mengerahkan kapal serta pesawat militernya untuk mengawasi transit kedua kapal Rusia saat berlayar melewati perairan dekat Taiwan.7

Respons berupa pengetatan pengawasan oleh negara-negara di kawasan di mana latihan perang di atas dilaksanakan memperlihatkan bahwa latihan militer bersama antara RRT dan Rusia ini menyebabkan ketegangan, meski untuk sementara waktu, di wilayah tersebut. Padahal, tanpa latihan militer di atas pun, ketenangan wilayah Asia Pasifik akhir-akhir ini dapat dikatakan telah cenderung terusik. Pertama, dalam setidaknya satu dasawarsa terakhir, telah terjadi tak sedikit insiden antara otoritas RRT dengan negara-negara yang memiliki ketumpangtindihan wilayah dengan RRT di Laut China Selatan (LCS).8 Bahkan Indonesia, yang secara konsisten menolak dianggap sebagai salah satu negara yang terlibat dalam sengketa LCS pun turut terseret sebagai akibat dari melencengnya salah satu dari 9 garis putus-putus—yang oleh RRT dianggap menggambarkan wilayahnya—ke dalam wilayah yang menjadi Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna.9 Sebagai akibat dari keberadaan 9 garis putus-putus di atas, otoritas Tiongkok (yaitu kapal-kapal penjaga pantai RRT) telah berkali-kali memasuki ZEE indonesia, dengan alasan mengamankan hak-hak mereka yang didasarkan pada sejarah.10 Penerobosan kapal-kapal otoritas asing itu, yang antara lain bertujuan untuk mengawal armada nelayan mereka, tentu saja menimbulkan gesekan dengan otoritas Indonesia.11 Kedua, khususnya dalam beberapa tahun belakangan ini, wilayah Asia Pasifik juga diwarnai dengan meningkatnya ketegangan antara RRT dengan Taiwan. RRT yang berkeberatan atas kegiatan kunjung-mengunjungi antara pemimpin pemerintahan Taiwan dan pihak parlemen Amerika Serikat itu, menumpahkan keberatan di atas dalam bentuk penyelenggaraan latihan perang besar-besaran setiap kali terdapat kegiatan saling mengunjungi tersebut. Sikap RRT yang secara terang-terangan memperlihatkan otot-otot militernya ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara lain yang berada pada kawasan Asia Timur dan Tenggara. 

Tindakan latihan militer bersama RRT dan Rusia yang menambah ketegangan kawasan sebagai digambarkan di atas, tentu tidak sejalan dengan apa yang seringkali disampaikan oleh para pejabat senior negara itu. Dalam berbagai kesempatan, para pemimpin Tiongkok mengatakan bahwa negaranya menginginkan terciptanya perdamaian dan stabilitas baik di kawasan Asia Pasifik maupun di dunia secara menyeluruh.12 Pidato perayaan 50 tahun Tiongkok kembali ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 2021 adalah salah satu contoh yang jelas. Dalam perayaan tersebut Presiden Xi Jinping berjanji bahwa negaranya akan selalu menjaga perdamaian dunia dan akan terus menerapkan hukum internasional.13 Mendukung pernyataan Presiden Xi, Menteri Luar Negeri Wang Yi menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan bahwa Tiongkok tidak menginginkan konfrontasi atau konflik dengan negara manapun, dan siap melakukan kerja sama dengan semua negara untuk mendukung nilai-nilai kemanusiaan serta praktik multilateralisme. Dalam pidatonya di forum Global Town Hall 2021 itu, Wang Yi juga mengajak semua negara untuk dapat menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan. Hal tersebut salah satunya diwujudkan dalam kesediaan Tiongkok untuk terlibat aktif dalam penyelesaian negosiasi kode etik (Code of Conduct/CoC) terkait Laut China Selatan bersama negara-negara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) baru baru ini. Sang Menteri Luar Negeri Tiongkok itu juga menekankan kembali terkait pentingnya stabilitas wilayah dalam jumpa pers di Beijing.14 Hal serupa lainnya juga disampaikan oleh Wang Wenbin dalam tanggapannya terkait laporan pertimbangan aliansi angkatan laut oleh Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), dan negara Teluk lainnya mencakup India dan Pakistan. Dalam tanggapan tersebut, ia menegaskan bahwa penting untuk menjunjung perdamaian dan stabilitas wilayah karena akan memberikan kesejahteraan pada negara dan orang-orang di wilayah tersebut.15

Khusus mengenai wilayah Asia-Pasifik itu, baru-baru ini, Wang Yi juga pernah mengajukan proposal yang berisikan tiga gagasan untuk menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan tersebut dalam pertemuan para menteri luar negeri ASEAN, tepatnya dalam ASEAN Regional Forum (ARF) pada Jumat, 14 Juli 2023. Gagasan yang Wang ajukan itu antara lain menekankan pentingnya berpegang pada keterbukaan dan inklusivitas, pentingnya mempromosikan keamanan bersama pada tataran universal, serta pentingnya menjaga aturan regional, memperdalam kerja sama pragmatis dan mencapai keamanan bersama. Diplomat yang kini kembali menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RRT itu juga mengatakan bahwa kawasan Asia-Pasifik tidak membutuhkan perlombaan senjata dan tidak membutuhkan keterlibatan dalam konfrontasi blok. Oleh karena itu, ia mentang apa yang disebut sebagai “NATO versi Asia-Pasifik.”16

Namun demikian, pernyataan-pernyataan yang disampaikan RRT terkait perhatian negara itu terhadap stabilitas dan keamanan wilayah masih rentan terhadap kritik-kritik. Ini karena RRT kerap menampilkan perilaku yang masih tidak sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut.  Sepak terjang armada penjaga pantai RRT yang kerap mengakibatkan insiden di ZEE beberapa negara Asia Tenggara, latihan militer besar-besar RRT di sekitar selat Taiwan, dan sikap ambivalensi terhadap invasi Rusia kepada Ukraina adalah beberapa contoh dari kontradiksi antara pernyataan RRT yang mendukung perdamaian dan ketenangan dengan perilaku yang justru meningkatkan ketegangan. Ketiga contoh di atas seolah semakin lengkap dengan dilaksanakannya latihan perang bersama antara RRT dengan Rusia pada bulan Juli 2023 yang baru saja berlalu. Pada satu sisi, latihan di atas menimbulkan kewaspadaan dan kekhawatiran beberapa negara karena dilewati oleh armada Angkatan Laut Rusia yang akan bergabung dalam latihan tersebut. Pada sisi lain, latihan itu makin mengonfirmasi persahabatan dan akomodasi RRT terhadap Rusia, yang nyata-nyata telah menimbulkan ketegangan di dunia dengan invasinya ke Ukraina. Pada tatataran tertentu, berbagai perilaku sebagaimana digambarkan pada contoh-contoh di atas berpotensi menjadikan komitmen RRT pada stabilitas dan keamanan wilayah dan dunia—seperti yang seringkali disampaikan dalam pernyataan-pernyataan para pemimpin negara tersebut—rentan untuk dipertanyakan. Padahal, pengejawantahan pernyataan dan komitmen sebuah kekuatan besar dalam perilaku yang sejalan akan memberikan sumbangsih yang sangat penting bagi perdamaian sebuah kawasan, bahkan dunia.


Referensi

  1. Wang Xinjuan. “China-Thailand Joint Air Force Training Exercise ‘Falcon Strike 2022’ to Kick off – Ministry ofNational Defense.” Ministry of National Defense of the People’s Republic of China, 12 Agustus 2022, http://eng.mod.gov.cn/xb/News_213114/TopStories/4918002.html
  2. Sebuah laut marjinal yang terletak di Samudra Pasifik bagian barat, wilayah Asia Timur yang dibatasi oleh Jepang di sebelah timur dan di daratan Asia sebelah barat dibatasi oleh Korea dan Rusia.(Vajiram and Ravi, “What Is Northern/Interaction-2023?”, 17 July 2023, https://vajiramias.com/current-affairs/what-is-northerninteraction-2023/64b51273c302e74e21ae1290/).
  3. Guo Yuandan and Deng Xiaoci, “‘Northern/Interaction-2023’ to Kick off Soon; Joint Military Exercises between China, Russia in Sea of Japan Has Clear Purpose and Actual Combat Significance,” Global Times, 15 Juli 2023, https://www.globaltimes.cn/page/202307/1294428.shtml.
  4. Ibid
  5. Liu Xuanzun, “China-Russia Joint Drills Wrap up in Sea of Japan, to Be Followed by Joint Naval, Air Patrols in Pacific Ocean,” Global Times, 24 Juli 2023, https://www.globaltimes.cn/page/202307/1294976.shtml.
  6. Prihastomo Wahyu Widodo, ed, “Militer China Dan Rusia Bersiap Untuk Latihan Gabungan Di Laut Jepang,” PT. Kontan Grahanusa Mediatama, 19 Juli 2023, https://internasional.kontan.co.id/news/militer-china-dan-rusia-bersiap-untuk-latihan-gabungan-di-laut-jepang#google_vignette.
  7. CAN, “China Hosts Russian Warships That Passed by Taiwan, Japan,” 6 Juli 2023, https://www.channelnewsasia.com/asia/china-hosts-russia-warships-taiwan-japan-xi-jinping-putin-3609746.
  8. Thea Fathanah Arbar, “Jangan Kaget! Perang Dunia 3 Bisa Pecah Di Asia, Ini Buktinya,” CNBC Indonesia, 31 Maret 2023, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230330211206-4-426000/jangan-kaget-perang-dunia-3-bisa-pecah-di-asia-ini-buktinya.
  9. Indonesia.go.id, “Sengketa Di Kawasan Laut Natuna Utara,” 15 Januari 2020, https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/politik/sengketa-di-kawasan-laut-natuna-utara.
  10. Felix K. Chang, “The Next Front: China and Indonesia in the South China Sea,” FPRI: Foreign Policy Research Institute, United States of America, 2020, https://policycommons.net/artifacts/1341663/the-next-front/1953784/, CID: 20.500.12592/5n1h7v; Johanes Herlijanto, “China Dan Hak Berdaulat Indonesia Di Natuna,” Forum Sinologi Indonesia, 26 Juni 2023, https://forumsinologi.id/china-dan-hak-berdaulat-indonesia-di-natuna/; Rizki Baiquni Pratama, “Yang Perlu Kamu Tahu Seputar Klaim China Atas Laut Natuna,” kumparan, 7 Januari 2020, https://kumparan.com/kumparannews/yang-perlu-kamu-tahu-seputar-klaim-china-atas-laut-natuna-1saxRlV1Bx5/1.
  11. [1] Johanes Herlijanto, “Asa Cina Memiliki Natuna,” Forum Sinologi Indonesia, 6 Maret 2023, https://forumsinologi.id/asa-cina-memiliki-natuna/.
  12. Lu Kang, “China Mempromosikan Perdamaian Dan Pembangunan Dunia,” kompas.id, 5 November 2022, https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/03/china-mempromosikan-perdamaian-dan-pembangunan-dunia.
  13. CNN Indonesia, “Xi Jinping Janji China Jaga Perdamaian Dunia,” 26 Oktober 2021, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211025144836-113-712035/xi-jinping-janji-china-jaga-perdamaian-dunia.
  14. Azis Kurmala, “Wang Yi: China Tak Mau Konfrontasi Dengan Negara Mana Pun,” Antara News, 20 November 2021, https://www.antaranews.com/berita/2536169/wang-yi-china-tak-mau-konfrontasi-dengan-negara-mana-pun.
  15. Yashinta Difa Pramudyani, “China: Perdamaian Di Kawasan Teluk Penting Untuk Dunia,” Antara News, 6 Juni 2023, https://www.antaranews.com/berita/3575130/china-perdamaian-di-kawasan-teluk-penting-untuk-dunia.
  16. Xinhua, “Wang Yi Ajukan Proposal Tentang Keamanan Dan Stabilitas Asia-Pasifik,” Antara News, 15 Juli 2023, https://www.antaranews.com/berita/3636744/wang-yi-ajukan-proposal-tentang-keamanan-dan-stabilitas-asia-pasifik.

Stephanie Priscillia, adalah alumni Jurusan Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan. Kini bekerja sebagai peneliti junior pada Forum Sinologi Indonesia (FSI), Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *