Anti-Government Protest in China: A Threat to the Regime?

Anti-Government Protest in China: A Threat to the Regime?

Pada 23 Januari 2023 lalu, FSI mengadakan seminar luring dengan topik “Anti Government Protest in China: A Threat to the Regime?” menyusul protes besar-besaran rakyat Tiongkok pada akhir November tahun lalu terkait zero Covid policy milik Xi Jinping serta legitimasi Xi Jinping yang juga dikenal dengan Gerakan Kertas Putih (White Paper Movement).Maka dari itu, FSI menghadirkan dua narasumber yaitu M. Farid M,PA selaku dosen senior Hubungan Internasional di President University dan Dr. Jie Chen selaku Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional, University of Western Australia, yang bergabung dengan kita live secara daring.

Menurut Pak Farid, Gerakan Kertas Putih lebih dari sekedar bukti keresahan rakyat Tiongkok terhadap kebijakan zero Covid Xi. Lebih dari pada itu, gerakan ini juga merupakan bukti dari keresahan rakyat Tiongkok mengenai kebebasan berkespresi di Tiongkok yang sangat minim. Bahkan, Pak Farid berpendapat bahwa demonstrasi tersebut merupakan demonstrasi terbesar kedua setelah demonstrasi Lapangan Tiananmen pada tahun 1989 silam. Profesor Jie Chen juga mengatakan bahwa Gerakan Kertas Putih tersebut diprediksi akan berlanjut karena menurut pandangan Profesor Jie Chen, Gerakan Kertas Putih ini juga sebenarnya merupakan bukti pertentangan masyarakat Tiongkok akan legitimasi rezim Partai Komunis China (PKC) dan bangkitnya seorang diktator, yang tidak lain tidak bukan, XI Jinping. Selain itu, Gerakan Kertas Putih juga membuktikan bahwa masyarakat Tiongkok sudah lebih “melek” terhadap politik di negeri tirai bambu tersebut, pasca tahun 1990 dan tentunya, ini merupakan fenomenan yang cukup mengejutkan sebab Profesor Jie Chen berargumen bahwa Gerakan Kertas Putih itu terjadi tanpa adanya pengaruh dari gerakan demokrasi orang China seberang lautan (overseas Chinese democracy movement).

Terakhir, Pak Johanes Herlijanto, pendiri FSI, berpendapat bahwa Gerakan Kertas Putih tersebut menunjukkan sebuah kenyataan bahwa masih banyak persoalan yang belum terselesaikan secara internal di Tiongkok. Menurut Pak Johanes, model pemerintahan otoriter PKC yang bersifat top-down dan mengandalkan pengawasan dan tekanan terhadap warga yang berbeda pendapat dengan penguasa bukan model yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat. Malahan demonstrasi ini justru menunjukkan bahwa rakyat Tiongkok memliki kebutuhan yang belum terpenuhi, yakni kebutuhan akan kebebasan dan sistem pemerintahan yang tidak bersifat diktator. Selain itu, pengawasan dan pembungkaman yang dilakukan oleh PKC malah menjadi salah satu sumber masalah yang melahirkan ketidakpuasan. Akhir kata, Pak Johanes menyimpulkan bahwa peristiwa yang terjadi di Tiongkok seharusnya menjadi pelajaran bagi warga Indonesia untuk terus menghargai dan memelihara demokrasi yang kita miliki saat ini, sebab tidak semua orang memiliki kebebasan yang mereka inginkan.