Kongres PKC Ke-20: Menilik Tantangan China Ke Depan

Kongres PKC Ke-20: Menilik Tantangan China Ke Depan

Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa akan mengadakan kongres nasional ke-20, pertemuan puncak penting yang kemungkinan akan melihat Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiga sebagai presiden, sebelum akhir tahun. Sumber: theguardian.com
Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa akan mengadakan kongres nasional ke-20, pertemuan puncak penting yang kemungkinan akan melihat Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiga sebagai presiden, sebelum akhir tahun. Sumber: theguardian.com

Partai Komunis China (PKC) akan mengadakan kongres ke 20 pada tanggal 16 Oktober 2022 yang akan datang. Kongres ini tidak ayal akan  menjadi pusat perhatian dunia, karena inilah pertemuan puncak dari sebuah partai politik yang akan menentukan arah kebijakan salah satu kekuatan terbesar di dunia, yaitu China.

Tidak hanya secara politik, China juga merupakan economy terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Menurut World Bank, pada tahun 2021 pendapatan domestik bruto (PDB) China mencapai sekitar 18 triliun dolar AS; sementara PDB AS mencapai sekitar 23 triliun dolar AS. Karena magnitude-nya itu, kebijakan apa pun yang akan diambil oleh China, atau apa pun yang terjadi pada China akan berdampak pada situasi politik, dan ekonomi global.

Posisi PKC sangat sentral bagi proses pengambilan kebijakan China, karena konstitusi negara itu menempatkan PKC sebagai pemegang kendali absolut atas pemerintahan. Secara spesifik, posisi itu dinyatakan pada pasal 1 Konstitusi China yang diadopsi pada tahun 2018 sebagai berikut:

Republik Rakyat China adalah negara sosialis  yang diperintah oleh kediktatoran proletariat yang dipimpin oleh aliansi pekerja dan petani. Sistem sosialis adalah sistem fundamental bagi Republik Rakyat China. Kepemimpinan Partai Komunis China adalah figur yang menentukan bagi sosialisme dengan karakreristik China. Organisasi atau siapa pun dilarang untuk merusak sistem sosialis.”

Dengan posisi ini, pada tataran  tertentu dapat dikatakan bahwa dinamika  yang terjadi pada PKC, khususnya pada kongres partai itu akan membawa pengaruh pada kondisi politik dan ekonomi di China.

Secara umum, kongres PKC akan menentukan formasi kepemimpinan partai, merumuskan konstitusi partai, dan arah kebijakan umum bagi China. Dalam hal kepemimpinan partai, kongres partai akan terlebih dahulu memilih sekitar 200 anggota dan 170 anggota alternatif Komite Sentral partai. Setelah itu, Komite Sentral akan memilih 25 anggota Politbiro yang kelak akan memilih anggota dalam organ puncak dalam tubuh PKC, yaitu Komite Harian Politbiro.

Saat ini, Komite Harian Politbiro beranggotakan tujuh orang, termasuk Xi Jinping yang menjabat tiga posisi kepemimpinan China sekaligus, yaitu sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PKC, Presiden China, dan Komite Militer Pusat. Selain Xi Jinping, Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang juga duduk dalam Komite Harian. Berbagai pengamat dan kalangan media memperkirakan bahwa Xi Jinping akan kembali menduduki kursi Sekjen PKC untuk ketiga kalinya.

Ilustrasi Gambar, Xi Jinping yang diperkirakan akan kembali menduduki kursi Sekjen PKC untuk ketiga kalinya. Sumber : bergelora.com

Jika perkiraan di atas benar, maka dapat diperkirakan bahwa arah kebijakan PKC dan China tidak akan jauh berbeda dari yang sudah tertuang dalam Konstitusi PKC hasil Kongres PKC ke 19 tahun 2017. Secara general, Konstitusi PKC terdiri atas Program Umum, serta  sebelas bab yang mengatur berbagai hal mulai dari keanggotaan partai, sistem organisasi partai, hingga bendera dan emblem partai. Adapun arah kebijakan PKC dan China dituangkan dalam bagian Program Umum.

Merujuk pada Konstitusi PKC tahun 2002, 2007, 2012, dan 2017 terdapat hal-hal tertentu yang selalu dicantumkan atau tidak berubah dalam Program Umum, terutama hal-hal yang sifatnya ideologis, seperti penegasan posisi China yang masih berada pada Sosialisme Tahap Awal. Posisi ini merupakan tafsiran sejarah tentang posisi China dalam tahap perkembangan masyarakat menurut materialisme historis Karl Marx. Posisi ini diputuskan dalam Kongres PKC ke 13 tahun 1987. Selain Sosialisme Tahap Awal, hal ideologis lain yang selalu tercantum dalam Konstitusi adalah ditetapkannya Empat Prinsip Dasar sebagai garis dasar partai, yaitu jalan sosialisme, kediktatoran demokrasi rakyat, kepemimpinan PKC, serta Marxisme-Leninisme dan Pemikiran Mao Zedong.

Program Umum Konstitusi PKC juga memuat ketetapan ideologis berupa “panduan bertindak”. Dalam hal ini, terdapat kebiasaan untuk mencantumkan buah pemikiran Sekjen yang lengser bersama dengan Marxisme-Leninisme, Pemikiran Mao Zedong, dan Teori Deng Xiaoping dalam konstitusi baru PKC sebagai “panduan bertindak”.

Sebagai contoh, Konstitusi PKC tahun 2002 mencantumkan Teori Tiga Perwakilan yang diperkenalkan oleh Jiang Zemin saat Hu Jintao menggantikan kedudukannya di Kongres PKC tahun 2002. Selanjutnya, Pandangan Saintifik tentang Pembangunan yang digagas oleh Hu Jintao dicantumkan dalam Konstitusi PKC tahun 2012, ketika Xi Jinping mengambil alih posisi Sekjen di Kongres PKC tahun 2012.

Uniknya, Pemikiran Xi Jinping tentang Sosialisme dengan Karakteristik China bagi Era Baru sudah dicantumkan pada Konstitusi PKC tahun 2017; padahal Xi Jinping belum lengser dari posisi Sekjen PKC. Fakta ini pada tataran tertentu menunjukkan semakin menguatnya posisi Xi Jinping dalam PKC.

Hal lain yang selalu dicantumkan dalam Konstitusi PKC adalah penegasan tentang integritas teritorial China. Berdasarkan konstitusi tersebut, selain China daratan, teritori China juga mencakup Taiwan, Hongkong, dan Macao dalam prinsip Satu Negara Dua Sistem.

Di luar hal-hal atau ketentuan yang selalu tercantum, Konstitusi PKC juga mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terkait dengan perkembangan aktual, baik di tingkat nasional maupun global. Sebagai contoh, Konstitusi PKC tahun 2017 untuk pertama kalinya mencantumkan ketentuan bahwa PKC akan bekerja untuk mewujudkan Belt and Road Initiative (BRI). Dengan program itu, China mengembangkan skema kerja sama dengan melakukan investasi dalam pembangunan infrastruktur yang akan menciptakan konektivitas jalur-jalur perekonomian strategis di dunia. Program itu dicanangkan oleh Xi Jinping pada 2013 atau empat tahun sebelum Kongres PKC 2017.

Sejak kongres partai pada 2017 hingga menjelang kongres pada 16 Oktober 2022, China mengalami berbagai dinamika yang berhubungan dengan isu dalam negeri maupun global. Persoalan paling serius adalah penyakit Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Wuhan pada tahun 2019 hingga menjadi pandemi yang mengakibatkan kematian di berbagai belahan dunia, kontraksi pertumbuhan ekonomi global, hingga perubahan dalam aspek-aspek kehidupan umat manusia.

Pandemi Covid-19 telah mendorong pelemahan pertumbuhan ekonomi China yang diperparah dengan kebijakan Zero Covid-19 dengan menerapkan lockdown (penguncian wilayah) untuk mencegah penyebaran penyakit itu. Pada kuartal 2 tahun 2022, PDB  China hanya tumbuh 0,4% secara tahunan (year on year atau yoy). Angka ini jauh di bawah pertumbuhan PDB negara itu pada kuartal 1 tahun 2022 yang mencapai 4,8% yoy. Selain karena Covid-19, penurunan laju pertumbuhan ekonomi juga diduga dipicu oleh krisis properti. Krisis itu dipicu oleh maraknya proyek pembangunan properti yang mangkrak, sehingga konsumen menolak membayar cicilan kredit pemilikan rumah (KPR).  Oleh sebab itu, arah kebijakan PKC dan China untuk mengatasi masalah Covid-19 dan strategi mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan dicantumkan dalam Konstitusi PKC tahun 2022.

Hal lain yang turut diperhatikan adalah arah kebijakan tentang masalah Taiwan, terutama sejak kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Nancy Pelosi pada Agustus 2022 ke wilayah itu. Kunjungan Pelosi adalah kunjungan pejabat teras AS untuk pertama kalinya sejak 25 tahun lalu. Walau kedaulatan China atas Taiwan, Hongkong, dan Macao selalu dicantumkan dalam Konstitusi PKC, kunjungan Pelosi yang dianggap provokatif oleh China dapat menimbulkan spekulasi tentang ada atau tidaknya kebijakan khusus yang akan diambil China dalam menyikapi masalah Taiwan.

Tentu saja, tidak tertutup kemungkinan bahwa di luar isu Covid-19, tantangan pertumbuhan ekonomi, dan Taiwan masih akan ada soal-soal lain yang akan masuk dalam Konstitusi PKC. Warga dunia menanti konstitusi partai yang baru, sebab PKC adalah pemegang kendali pemerintahan China sebagai major power dunia. Apa pun yang terjadi di China akan mempengaruhi konstelasi politik dan ekonomi global.

Penulis adalah dosen Jurusan Hubungan Internasional pada President University dan Sekretaris Forum Sinologi Indonesia.

(/FSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *