Haruskah Kita Mengkhawatirkan Kehadiran TikTok?

Haruskah Kita Mengkhawatirkan Kehadiran TikTok?

Photo: Jakub Porzycki | NurPhoto | Getty Images
Photo: Jakub Porzycki | NurPhoto | Getty Images

Pada awal bulan Oktober 2023 yang lalu, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melarang penggunaan aplikasi TikTok—sebuah platform media sosial yang berasal dari Republik Rakyat China (RRC)—untuk transaksi jual beli. Kegiatan perdagangan melalui platform media sosial itu, yang juga dikenal sebagai TikTok Shop, telah berlangsung sejak tahun 2021 yang lalu. Namun, aktivitas bisnis tersebut mencuat menjadi isu nasional pada sekitar Agustus 2023 lalu ketika sebagian masyarakat di Indonesia, khususnya para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), meneriakkan kegelisahan mereka. Para pengusaha tersebut menengarai kehadiran model bisnis dengan menggunakan aplikasi media sosial tersebut membawa dampak negatif bagi mereka. Bagaimana kegiatan bisnis yang dilakukan oleh aplikasi media sosial itu mempengaruhi dunia usaha UMKM di Indonesia? Bagaimana proses yang dilalui sehingga pemerintah mengambil keputusan untuk menutup kegiatan tersebut? Apa yang dapat kita pelajari dari proses tersebut? Hal lain apa yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia terkait aplikasi TikTok, selain dampak negatif yang dihadirkan oleh TikTok Shop bagi dunia usaha di Indonesia? Artikel singkat ini mencoba mendiskusikan hal-hal di atas.

Keresahan masyarakat terhadap kegiatan jual beli melalui aplikasi TikTok sebenarnya baru mulai disuarakan sejak pertengahan Juli 2023. Berdasarkan penelusuran media, hingga bulan Juni, masih belum terdengar suara protes terhadap kehadiran perdagangan daring melalui aplikasi media sosial ini. Bahkan pada pertengahan bulan Juni yang lalu, Chief Executive Officer (CEO) TikTok, Shou Zi Chew mengunjungi Indonesia.1 Eksekutif muda asal Singapura itu bahkan menyampaikan keinginan TikTok untuk menggelontorkan dana investasi sebesar sekitar 12 juta dolar Amerika Serikat (USD) untuk membantu lebih dari 120 ribu UMKM Indonesia agar mereka dapat beralih ke bisnis daring dan berpartisipasi dalam ekonomi digital.2 Sang CEO juga menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa tokoh pemimpin Indonesia, termasuk Luhut Binsar Panjaitan, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartato, dan Dito Ariotedjo. Yang menarik, Shou juga menyampaikan terima kasih kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atas penerbitan izin bagi hadirnya TikTok Shop di Indonesia.3 Ini berarti bahwa kegiatan kegiatan jual beli yang difasilitasi oleh TikTok sebenarnya tidak lepas dari pengetahuan, atau bahkan izin, dari pemerintah. 

Namun demikian, hanya satu bulan sejak kunjungan di atas, keresahan yang dikaitkan dengan kehadiran TikTok Shop mulai muncul di permukaan meskipun masih bersifat sporadis. Pada satu sisi, kemunculan keresahan ini tampaknya berkaitan dengan kekhawatiran terhadap maraknya produk-produk impor yang membanjiri pasar Indonesia, termasuk melalui aplikasi jual beli platform digital. Keresahan ini bahkan disuarakan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki.4 Mengutip studi World Economic Forum pada 2021, sang menteri mencontohkan penguasaan produk impor dalam pasar hijab di Indonesia. Menurut beliau, dari sekitar pembelanjaan hijab yang mencapai 6,9 miliar USD per tahun, hanya 25 persen menyasar produk Indonesia. Sisa dari jumlah di atas tentu diterima oleh para produsen asing. Pada sisi lain, keresahan terhadap TikTok juga terkait erat dengan kecurigaan adanya praktik predatory pricing, yaitu penerapan diskon yang tak masuk akal bagi barang-barang yang dicurigai merupakan produk impor.5 Selain itu, berita mengenai peluncuran Project S TikTok, yang pertama kali muncul di Inggris juga menjadi salah satu sumber keresahan publik di Indonesia. Istilah Project S ini mengacu pada upaya TikTok untuk mengumpulkan data mengenai jenis produk yang paling dicari di sebuah masyarakat, misalnya di Indonesia.6 Berdasarkan data tersebut, TikTok lalu menyiapkan produk dari rekanan mereka di RRC, atau bahkan hasil produksi TikTok sendiri, untuk dipasarkan di dalam masyarakat yang datanya telah mereka kumpulkan itu. Tentu saja, harga yang mereka tawarkan akan jauh lebih murah dibandingkan dengan produk-produk yang beredar dalam masyarakat tersebut sehingga secara logis masyarakat akan memilih untuk membelinya. Jika pembanjiran barang impor di atas, apalagi dibarengi dengan pelaksanaan Project S di atas di Indonesia dibiarkan terjadi, UMKM di Indonesia, atau bahkan industri lokal yang lebih besar sekalipun, akan terkena dampak negatif. Tentu saja, TikTok membantah, baik melakukan predatory pricing maupun mencanangkan Project S di atas. Bahkan seperti disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, TikTok menyatakan bahwa mereka tidak melakukan predatory pricing itu.7 Namun demikian, baik pihak Kemenkominfo maupun instasi-instasi terkait lainnya terus melakukan pemantauan. Bahkan Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki, secara terbuka menyampaikan keresahan dan harapan agar Kemendag mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), demi melindungi UMKM dari serbuan produk asing melalui aplikasi daring itu.8 Kekhawatiran sang menteri tentu saja memperoleh dukungan dari masyarakat dan akademisi, khususnya sekelompok pelaku UMKM yang mengeluh karena dampak negatif yang mereka alami sejak berlangsungnya kegiatan jual beli melalui aplikasi TikTok itu. Inilah tampaknya yang akhirnya membuat pemerintah secara resmi melarang kegiatan jual beli melalui platform TikTok Shop itu. Pelarangan ini mendapat sambutan positif dari masyarakat. 

Namun di luar hal-hal yang terkait erat dengan dunia bisnis, beberapa pemerhati juga mengkhawatirkan hal-hal lain yang juga berpotensi membawa resiko bagi Indonesia. Kekhawatiran tersebut, antara lain adalah penguasaan big data yang terkait data demografi di Indonesia, yang tentu berada di tangan pengelola aplikasi tersebut.9 Selain hal di atas, pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu pula mempertimbangkan kemungkinan TikTok dipergunakan untuk menyebarluaskan narasi yang sejalan dengan yang diinginkan pemerintah RRC untuk disampaikan kepada masyarakat di luar RRC, termasuk Indonesia. Narasi-narasi versi RRC itu belakangan ini seringkali muncul dalam berbagai tayangan video singkat yang seringkali melakukan glorifikasi terhadap RRC dan perkembangan di negeri itu. Video-video tersebut sering kali tersebar melalui platform-platform media sosial tertentu. Mengingat TikTok merupakan sebuah platform yang berasal dari RRC, pandangan dari beberapa pihak di dunia internasional yang menganggap TikTok sebagai salah satu dari alat untuk meningkatkan pengaruh RRC di luar negeri perlu juga untuk kita perhatikan di Indonesia, meski TikTok telah secara resmi membantah tuduhan mengenai adanya pengaruh dan intervensi pemerintah RRC terhadap perusahaan yang mengelola aplikasi tersebut.10

Berdasarkan hal-hal di atas, pemerintah sebaiknya tidak hanya memandang kasus TikTok sebatas masalah perizinan, seperti yang belakangan ini didengungkan.  Lebih dari itu, penting bagi pemerintah untuk tetap memperhatikan kepentingan UMKM dalam bidang bisnis, dan mengupayakan agar kepentingan mereka terlindungi. Pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana mencegah agar data-data terkait masyarakat Indonesia tidak jatuh ke tangan pihak asing. Dan akhirnya, pemerintah dan masyarakat sipil terkait perlu memberikan edukasi kepada masyarakat agar mereka mengetahui bahwa video-video yang beredar di aplikasi media sosial pun sebenarnya sangat mungkin mengandung ideologi yang diunggah oleh pihak asing, yang ditujukan untuk meningkat pengaruh negara tersebut dalam masyarakat Indonesia. 

Johanes Herlijanto adalah dosen pada program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan dan ketua Forum Sinologi Indonesia


Referensi:

  1. Ahmad Fatoni, “CEO Tik Tok datang ke Indonesia, Bantu 120 ribu Usaha Berbasis Online,” Viva.co.id, 15 Juni 2023, dapat diakses secara daring pada https://jatim.viva.co.id/kabar/5074-ceo-tik-tok-datang-ke-indonesia-bantu-120-ribu-usaha-berbasis-online?page=1 (diakses pada 25 November 2023).
  2. Elsa Catriana dan Yoga Sukmana, “TikTok Umumkan Investasi 12,2 Juta Dollar AS di Indonesia”, Kompas, 15 Juni 2015, dapat diakses secara daring pada https://money.kompas.com/read/2023/06/15/191829026/tiktok-umumkan-investasi-122-juta-dollar-as-di-indonesia?page=all (diakses pada 25 November 2023).
  3. Ikhsan Suryakusumah, “Bertemu CEO TikTok, Mendag Zulhas: Percepat Digitalisasi UMKM Indonesia,” Inilah.com, 15 Juni 2023, dapat diakses secara daring pada https://www.inilah.com/bertemu-ceo-tiktok-mendag-zulhas-percepat-digitalisasi-umkm-indonesia (diunduh pada 25 November 2023).
  4. Dwi Rachmawati, “Menteri Teten Khawatir Produk UMKM Tergusur Akibat TikTok Shop,” Bisnis.com, 7 Juli 2023, tersedia secara daring pada https://ekonomi.bisnis.com/read/20230707/12/1672672/menteri-teten-khawatir-produk-umkm-tergusur-akibat-tiktok-shop (diunduh pada 25 November 2023).
  5. Lihat misalnya Martyasari Rizky, “Mendag Ingatkan TikTok Shop, Sebut-sebut Predatory Pricing,” CNBC Indonesia, 28 September 2023, tersedia secara daring pada https://www.cnbcindonesia.com/news/20230929121959-4-476457/mendag-ingatkan-tiktok-shop-sebut-sebut-predatory-pricing (diunduh pada 25 November 2023); Samuel Gading, “Fakta-fakta TikTok Diduga Lakukan Predatory Pricing,” DetikFinance, 6 September 2023, tersedia daring pada https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6915517/fakta-fakta-tiktok-diduga-lakukan-predatory-pricing (diunduh pada 25 November 2023).
  6. Untuk penjelasan singkat mengenai project S, lihat Ignacio Geordi Oswaldo, “Apa Itu Project S TikTok yang Kabarnya Bisa Matikan UMKM RI?,” 23 Juli 2023, tersedia daring pada https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6837170/apa-itu-project-s-tiktok-yang-kabarnya-bisa-matikan-umkm-ri (diunduh pada 25 November 2023).
  7. Dina Karina, “Menkominfo Sebut TikTok Bantah Lakukan Predatory Pricing, Harga Murah karena Garage Sale,” Kompas.tv, 21 September, tersedia daring pada https://www.kompas.tv/ekonomi/445546/menkominfo-sebut-tiktok-bantah-lakukan-predatory-pricing-harga-murah-karena-garage-sale?page=all (diunduh pada 1 November 2023).
  8. Kuntum Khaira Riswan, “Teten desak revisi Permendag lindungi UMKM dari project S TikTok Shop,” Antara, 6 Juli 2023, tersedia daring pada https://www.antaranews.com/berita/3622938/teten-desak-revisi-permendag-lindungi-umkm-dari-project-s-tiktok-shop (diunduh pada 25 November 2023).
  9. Crysania Suhartanto, “Isu Keamanan Data Disebut Jadi Hambatan TikTok dalam Berjualan di RI,” Bisnis.com 25 Desember 2023, tersedia daring pada https://teknologi.bisnis.com/read/20230925/84/1698111/isu-keamanan-data-disebut-jadi-hambatan-tiktok-dalam-berjualan-di-ri (diunduh pada 25 November 2023).
  10. BBC, “TikTok hits back over China influence claims,” 25 Oktober 2019, tersedia daring pada https://www.bbc.com/news/business-50177928 (diunduh pada 25 November 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *