Peluncuran Kapal Induk Fujian, Ketegangan Wilayah Asia Pasifik, dan Dampaknya bagi Indonesia

Peluncuran Kapal Induk Fujian, Ketegangan Wilayah Asia Pasifik, dan Dampaknya bagi Indonesia

Sumber : https://akcdn.detik.net.id/visual/2022/06/18/penampakan-kapal-induk-cangih-ketiga-china-2_169.jpeg?w=970&q=80
Sumber : https://akcdn.detik.net.id/visual/2022/06/18/penampakan-kapal-induk-cangih-ketiga-china-2_169.jpeg?w=970&q=80

Pada hari Jumat, 17 Juni 2022, sekitar pukul 11.00, di galangan kapal Jiangnan, Shanghai, Tiongkok meluncurkan kapal induk ketiga, yang diberi nama Fujian. Upacara peresmian dan pemberian nama ini dihadiri oleh anggota Politbiro Partai Komunis Tiongkok sekaligus wakil ketua Komisi Militer Pusat, Xu Qiliang (许其亮). Pada pembukaan acara, para hadirin dengan penuh semangat menyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok sambil menyaksikan “bendera merah lima bintang” – bendera Republik Rakyat Tiongkok (RRT) – perlahan-lahan dinaikkan. Xu kemudian memberikan sertifikat penamaan kepada kepala unit terkait, lalu mereka bersama-sama memotong pita. Setelah itu, dilakukan upacara pelemparan botol. Botol sampanye mengenai haluan kapal dan pecah. Kapal meniup peluitnya, pintu dermaga terbuka, dan kapal induk tersebut perlahan-lahan berlabuh di dermaga. Demikian deskripsi meriahnya acara peluncuran kapal induk terbaru Tiongkok seperti dimuat dalam laman berita pemerintah, Renmin Wang (人民网).  Acara ini juga disaksikan oleh rakyat di seluruh penjuru Tiongkok melalui siaran stasiun televisi pemerintah, CCTV.

Meriahnya acara di atas memperlihatkan betapa pentingnya peluncuran kapal induk tersebut bagi RRT. Seperti apa sesungguhnya gambaran dari kapak induk di atas? Apa arti penting dari peluncuran kapal induk tersebut bagi RRT dan dunia? Bagaimana Indonesia sebaiknya bersikap terhadap peristiwa di atas? Artikel singkat ini mencoba mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan di atas.

Kapal Induk Produk Lokal Kedua Tiongkok

Kapal induk bernama Fujian ini merupakan sebuah kapal induk produksi lokal dengan teknologi terbaru yang akan akan melengkapi dua kapal induk milik Tiongkok yang saat ini beroperasi, yaitu Liaoning dan Shandong. Kapal induk pertama yang dimiliki angkatan laut Tiongkok adalah Liaoning, yang dibeli dari Ukraina pada tahun 1998. Setelah melewati pengubahsuaian (refitting), kapal yang masih memakai teknologi era Soviet ini mulai beroperasi pada tahun 2012. Kapal induk kedua, Shandong, dibuat di galangan kapal Dalian Shipbuilding Industry Company. Dengan berbekal pengalaman meng-upgrade kapal induk Liaoning, perusahaan pelat merah ini berhasil menuntaskan produksi dan meluncurkan kapal induk produk domestik pertama pada bulan Desember 2019. Hal ini merupakan sebuah tonggak pencapaian penting bagi industri galangan kapal Tiongkok.

Kapal induk Fujian yang baru diluncurkan ini mengadopsi teknologi terbaru yang tidak dimiliki kedua pendahulunya, yaitu sistem pelontar elektromagnetik catapult untuk mempercepat laju pesawat ketika lepas landas. Menurut Matthew Funaiole, pengamat pada Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berkedudukan di Washington, teknologi baru ini mirip dengan yang digunakan oleh kapal induk Amerika Serikat (AS). Dengan demikian, kapal induk Fujian akan mampu mengangkut serta meluncurkan pesawat dengan jenis yang lebih beragam dan dengan amunisi yang lebih besar. Namun demikian, Funaiole menambahkan, secara umum teknologi kapal induk Tiongkok belum dapat menandingi kapal induk AS. Misalnya dari segi tenaga penggerak, seluruh kapal induk AS sudah memakai tenaga nuklir, sementara kapal induk Tiongkok masih menggunakan turbin uap.

Segera setelah peluncurannya, kapal baru tersebut akan menjalani sejumlah tes dan uji coba laut (sea trial) sebelum secara resmi beroperasi. Dikutip dari portal berita China NetEase (网易), pengamat militer Tiongkok Li Li (李莉), memperkirakan serangkaian tes tersebut akan memakan waktu yang cukup lama. Tentu saja cepat atau lambatnya tes tersebut sangat tergantung pada kemampuan Tiongkok dalam melaksanakannya. Jika Tiongkok dapat mempercepat waktu uji coba hingga setidaknya setahun, dalam kurun waktu kurang dari dua tahun ke depan kapal induk Fujian akan dapat beroperasi dengan kekuatan tempur penuh. Pengembangan armada ini sejalan dengan ambisi Tiongkok untuk membangun angkatan laut perairan biru (blue-water navy) yang mampu bermanuver di perairan dalam terbuka. Untuk itu, angkatan laut Tentara Pembebasan Rakyat memerlukan sedikitnya 6 kapal induk pada tahun 2035.

Tanggapan Media

Media Tiongkok meliput acara peluncuran ini secara meriah seperti layaknya liputan acara kemiliteran level nasional, dengan kata kunci bernada positif, seperti keberhasilan dan kemajuan. Bahkan, portal berita Zhongguowang (中国网) yang dikelola lembaga pemerintah, China Internet Information Center (CIIC), merangkum tajuk utama media asing yang memuji keberhasilan Tiongkok memproduksi sendiri kapal induk sebagai sebuah lompatan besar.

Padahal, media Barat selain memuji kapasitas Tiongkok dalam memproduksi kapal induk, juga menyoroti potensi ketegangan kawasan yang dapat muncul setelah peluncuran kapal induk baru ini.

Seperti dilansir Reuters, pemilihan nama Fujian dianggap sebagai sebuah sinyal keras kepada Taiwan yang posisinya berhadapan langsung dengan provinsi Fujian, yang dijadikan sebagai nama kapal induk ini. Sementara itu, Deutsche Welle (DW) mengaitkan waktu peluncuran yang bertepatan dengan hubungan China – AS yang sedang menghangat akibat masalah ketegangan di Selat Taiwan. Beberapa minggu lalu Menteri Pertahanan Tiongkok Wei Fenghe menegaskan, China akan melakukan apapun untuk mencegah kemerdekaan Taiwan. Ini terjadi setelah sebulan sebelumnya, Presiden AS Joe Biden menyatakan Washington akan melakukan intervensi militer jika Tiongkok menyerang Taiwan. Selain itu, peluncuran kapal induk baru ini dapat dilihat sebagai ajang pamer kekuatan maritim Tiongkok di kawasan Laut Cina Selatan dan Indo-Pasifik. Tahun lalu Beijing meradang lantaran AS, Inggris, dan Australia membentuk pakta pertahanan baru yang diberi nama AUKUS. Lebih dari itu, latihan gabungan angkatan laut AS, Jepang, Australia, dan India, yang dijuluki The Quad, semakin membakar amarah Tiongkok. Selain itu, The Washington Post juga menyorot perjanjian kerja sama keamanan Tiongkok dengan Kamboja dan Kepulauan Solomon. Hal ini dapat meningkatkan kekhawatiran akan kemampuan Tiongkok untuk menjangkau wilayah Teluk Siam dan Pasifik Selatan.

Potensi Dampak bagi Indonesia

Peristiwa peluncuran kapal induk terbaru Tiongkok ini tentu menjadi sebuah peristiwa menarik bila dikaitkan dengan hubungan Tiongkok dan Indonesia, yang kadang kala terganggu, antara lain, oleh beberapa kejadian di wilayah zona ekonomi ekslusif (zee) Indonesia di perairan Natuna. Masih segar dalam ingatan kita, antara akhir Desember 2019 dan awal Januari 2020, sejumlah kapal penangkap ikan dan patroli penjaga pantai Tiongkok memasuki wilayah perairan zee Indonesia tersebut dan terlibat dalam insiden dengan pihak otoritas Indonesia. Hal itu sempat menaikkan tensi hubungan Jakarta – Beijing. Pengembangan armada kapal induk Tiongkok yang dengan sendirinya akan meningkatkan kekuatan militer negara itu tentu berpotensi meningkatkan kewaspadaan, khususnya bagi kalangan tertentu di Indonesia. Terkait dengan potensi tersebut, nampaknya perlu untuk digaris bawahi bahwa dalam acara peresmian nama kapal induk Fujian, Tiongkok tidak menyinggung secara khusus tujuan peluncuran kapal tersebut. Demikian pula dengan topik mengenai kapan kapal induk tersebut dapat beroperasi serta di pangkalan mana ia akan ditempatkan. Topik ini sama sekali tidak dibahas dalam acara di atas.

Namun sebagaimana dikhawatirkan oleh media Barat, keberhasilan Tiongkok memproduksi sendiri kapal induk untuk yang kedua kalinya menandakan kemajuan industri militer dan galangan kapal Tiongkok, sekaligus mempersempit jarak dengan rivalnya, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Bila ini dikaitkan dengan ketegangan yang makin meningkat di kawasan seputar Laut Cina Selatan, maka sebagai negara yang berbatasan dengan kawasan tersebut, Indonesia perlu mempertimbangkan langkah-langkah yang bijak demi mempertahankan wilayah Asia Pasifik yang damai.

Penulis adalah peneliti dalam Forum Sinologi Indonesia.

(/FSI)

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *