Isu Pemberantasan Korupsi dalam Kongres Partai Komunis Tiongkok

Isu Pemberantasan Korupsi dalam Kongres Partai Komunis Tiongkok

Presiden China Xi Jinping tiba untuk sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional di Great Hall of the People di Beijing, China, 5 Maret 2023 Foto: Thomas Peter/ Reuters
Presiden China Xi Jinping tiba untuk sesi pembukaan Kongres Rakyat Nasional di Great Hall of the People di Beijing, China, 5 Maret 2023 Foto: Thomas Peter/ Reuters

Pada Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok (PKT) ke-20 yang berlangsung pada Oktober 2022 lalu, pemimpin tertinggi Tiongkok saat ini, Xi Jinping, menyampaikan pidato pembukaan berjudul “Menjunjung Tinggi Panji Sosialisme Berkarakteristik Tiongkok untuk Bersatu, Berjuang, demi Membangun Negara Sosialisme Modern yang Komprehensif” 《高举中国特色社会主义伟大旗帜,为全面建设社会主义现代化国家而团结奋斗》(Gāojǔ Zhōngguó tèsè shèhuìzhǔyì wěidà qízhì, wèi quánmiàn jiànshè shèhuìzhǔyì xiàndàihuà guójiā ér tuánjié fèndòu). Dalam pidato tersebut, Xi Jinping menyampaikan 15 poin yang mencakup berbagai aspek penting untuk mencapai pembangunan Tiongkok sebagai negara sosialis modern. Xi juga menyampaikan keberhasilan Komite Sentral PKT sejak kongres ke-19 dalam mengkoordinasikan strategi untuk “kebangkitan akbar bangsa Tiongkok” 中华民族伟大复兴(Zhōnghuá mínzú wěidà fùxīng) dan tercapainya sebuah sinergi antara partai, militer, dan negara. Selain itu, Xi juga merangkum masa 10 tahun kepemimpinannya, yang disebut sebagai era baru, dalam 3 keberhasilan, yaitu: (1) mengantarkan Tiongkok menuju peringatan 100 tahun berdirinya PKT, (2) “sosialisme berkarakter Tiongkok memasuki era baru” 中国特色社会主义进入新时代(Zhōngguó tèsè shèhuìzhǔyì jìnrù xīn shídài), dan (3) menyelesaikan tugas pemberantasan kemiskinan dan membangun masyarakat makmur secara menyeluruh.

Segera setelah dibuka dengan pidato di atas, para peserta Kongres Nasional PKT ke-20 melangsungkan kongres, yang antara lain diisi dengan diskusi-diskusi selama satu minggu. Selain untuk menentukan pucuk pimpinan partai pada periode lima tahun berikutnya, berbagai diskusi tersebut juga bertujuan untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi Tiongkok. Salah satu dari masalah-masalah yang dibicarakan adalah isu mengenai pemberantasan korupsi. Isu ini sangat menarik karena sering dijadikan indikator kesuksesan Tiongkok dalam mengatasi masalah korupsi di lembaga pemerintah di dalam negeri. Sebagian masyarakat Indonesia bahkan sering kali menganggap cara pemerintahan Tiongkok mengatasi korupsi sebagai role model yang patut ditiru. Namun demikian, sebagaimana disuarakan oleh beberapa analis internasional, perang terhadap korupsi di Tiongkok dapat pula kita pahami dalam perspektif yang lain. Salah satu yang menarik dan penting untuk kita perhatikan adalah keterkaitan antara isu pemberantasan korupsi di atas dengan upaya konsolidasi kekuasaan pada level elit pejabat Tiongkok.  

Pemberantasan Korupsi dan Strategi Konsolidasi Kekuasaan

Dalam konferensi pers tanggal 17 Oktober 2022, seperti dilansir oleh kantor berita Xinhua, Xiao Pei, Wakil Sekretaris Komisi Sentral untuk Disiplin dan Inspeksi, sekaligus Wakil Direktur Komisi Pengawasan Negara, menyampaikan kemajuan pemberantasan korupsi di China. Sejak Kongres PKC ke-18, sudah lebih dari 4 juta kasus diperiksa oleh inspektorat dan badan pengawas lain di seluruh Tiongkok. Sebanyak 553 kader sudah ditugaskan untuk memimpin pemeriksaan dan penyelidikan terhadap lebih dari 25 ribu kader pada level provinsi dan nasional, serta 183 ribu lebih kader pada level kabupaten ke bawah. Pada level permukaan, tentu saja ini terlihat sebagai sebuah prestasi yang membanggakan. Namun demikian, beberapa analis internasional memberikan beberapa perspektif menarik mengenai “obsesi” Xi Jinping dalam hal pemberantasan korupsi. Menurut Christian Shepard dan Eva Dou, seperti dimuat di Washington Post, hal ini sulit dilepaskan dari kepemimpinan PKT periode sebelumnya, di bawah kepemimpinan Hu Jintao, yang dianggap terlalu longgar dalam mengontrol partai. Akibatnya, korupsi yang merajalela, faksionalisme yang mengintai integritas PKT dari dalam, serta ketidakpuasan sosial pada level akar rumput, mengancam legitimasi PKT. Naiknya Xi pada puncak kepemimpinan PKT diharapkan dapat membereskan masalah-masalah tersebut. Namun begitu berada di puncak, Xi malah menggunakan pemberantasan korupsi sebagai alat politik untuk mengisolasi dan memberantas ancaman terhadap kepemimpinannya. Untuk melancarkan ambisi mengokohkan kekuasaannya, Xi menjalankan kontrol penuh atas aparat keamanan partai. Menurut Willy Lam, analis politik Chinese University of Hong Kong, keinginan Xi untuk mengontrol partai secara ketat berpangkal dari ketidakpercayaannya terhadap aparat Komisi Sentral Urusan Hukum dan Politik (中央政法委 Zhōngyāng Zhèngfǎwěi), yaitu organisasi di bawah Komite Sentral PKT yang bertanggung jawab atas urusan politik dan hukum. Dalam praktiknya, organisasi ini mengawasi semua otoritas penegak hukum, termasuk kepolisian dan kehakiman. Selain itu, sulit untuk dikesampingkan fakta bahwa musuh bebuyutannya, Zhou Yongkang, adalah mantan sekretaris jenderal organisasi tersebut di atas. Meskipun Zhou sudah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2015, dia masih memiliki banyak pengikut dan bawahan di organisasi kepolisian, polisi rahasia, dan sistem peradilan.

Pada tanggal 17 Oktober, Pusat Berita Kongres Nasional Kedua Puluh Partai Komunis Tiongkok mengadakan konferensi pers. Sumber foto: Xinhua/ Zhang Yuwei

Bahkan pada perkembangan terakhir, seperti diberitakan oleh SCMP, tiga minggu sebelum kongres ke-20, tiga mantan kepala polisi dari beberapa wilayah yang berbeda, yaitu Gong Daoan (Shanghai), Deng Huilin (Chongqing), dan Liu Xinyun (Shanxi) dijatuhi hukuman berat karena korupsi. Mereka semua dituduh “tidak setia” kepada Xi. Babak terbaru pemberantasan korupsi ini juga melibatkan dua pejabat tinggi di bidang hukum. Yang pertama adalah mantan wakil menteri keamanan publik Sun Lijun, yang dinyatakan bersalah karena “sangat merusak persatuan partai.” Kedua adalah mantan menteri kehakiman Fu Zhenghua, yang telah mempelopori beberapa penyelidikan tingkat tinggi terhadap kasus korupsi. Fu dituduh menerima suap ketika menangani perkara-perkara tersebut. Namun menurut laporan Guardian, Fu juga menjadi bagian dari “geng politik’” Sun Lijun, yang dituduh tidak mendukung otoritas Presiden Xi Jinping. Baik Fu maupun Sun, dijatuhi hukuman mati yang ditangguhkan menjadi penjara seumur hidup, yang berarti mereka tidak akan pernah menghirup udara bebas.

Penggunaan platform gerakan anti korupsi ini memberikan pembenaran moral dan dukungan publik terhadap Xi. Dengan demikian, para saingan politiknya akan kesulitan untuk menghidar dan melakukan “serangan balik.” Pada akhirnya, Xi menggunakan gerakan ini sebagai pengaruh politik (political leverage) untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin tertinggi, memusnahkan semua oposisi dan membentuk dirinya sebagai “inti” Partai, yang diklaim sebagai kunci utama program kebangkitan akbar (great rejuvenation) bangsa Tiongkok. Penguatan gerakan ini sudah terlihat dari waktu ke waktu selama masa kepemimpinan Xi. Terlebih lagi, pada akhir kongres ke-20 Xi Jinping kembali ditetapkan menjadi sekretaris jenderal PKT untuk yang ketiga kalinya, sesuatu yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah kontemporer Tiongkok. Apakah Xi, yang pasca Kongres PKT ke-20 lalu telah mengokohkan kekuasaannya dengan menempatkan hanya orang-orang kepercayaannya dalam Komite Harian Politbiro, akan meningkatkan gerakan anti korupsi dalam 5 tahun mendatang?  Bila mempertimbangkan berbagai pernyataan yang disampaikan oleh Xi Jinping dan beberapa pejabat inti partai lainnya, tampaknya jawaban bagi pertanyaan di atas adalah ya.  

Ignatius Edhi Kharitas adalah peneliti pada Forum Sinologi Indonesia (FSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *