Nepal, China, dan Kekuatan-Kekuatan Besar Dunia

Nepal, China, dan Kekuatan-Kekuatan Besar Dunia

Dalam rangkaian acara peringatan 67 tahun hubungan diplomatik Nepal dan Republik Rakyat China (RRC) pada 7 Agustus 2022 yang lalu, Duta Besar Nepal untuk RRC, Bishnu Pukar Shrestha, menyatakan dukungan penuh negaranya terhadap kebijakan satu China. Beberapa hari setelah peristiwa itu, tepatnya pada 10 Agustus 2022, Menteri Luar Negeri Nepal, Narayan Khadka, bertemu dengan mitranya, Wang Yi, di kota Qingdao, provinsi Shandong, di pesisir timur China. Lawatan kenegaraan ini adalah balasan atas kunjungan Menteri Luar Negeri RRC, Wang Yi, ke Nepal pada bulan Maret tahun ini. Seperti dilansir situs resmi Kementerian Luar Negeri China, Wang Yi mengatakan bahwa China dan Nepal, yang dihubungkan oleh gunung dan sungai, telah menjalin persahabatan yang langgeng. Tidak peduli perubahan situasi internasional dan regional, kedua negara selalu saling mendukung dalam isu-isu menyangkut kepentingan bersama dan bahu-membahu dalam menghadapi ujian serta tantangan. Sementara itu, Narayan Khadka menegaskan kembali dukungan negaranya terhadap prinsip satu China dan legalitas China atas wilayah Tibet, Xinjiang, dan Hong Kong, serta visi China tentang pembangunan dan keamanan internasional yang dituangkan dalam Global Development Initiative dan Global Security Initiative. Lebih lanjut lagi, kedua pihak juga akan melanjutkan negosiasi dan rencana implementasi proyek Belt and Road Initiative (BRI) secepat mungkin. Di samping itu, sebagaimana diberitakan harian The Hindu, dalam pertemuan tersebut China juga menjanjikan bantuan hibah sebesar 800 juta yuan untuk proyek infrastruktur, termasuk jalan lingkar Kathmandu–ibu kota Nepal–dan studi kelayakan jalur kereta api yang akan menghubungkan Kathmandu dengan Keyrung, pos perbatasan di Tibet, China.

Nepal adalah negara kecil di kaki Pegunungan Himalaya. Secara geopolitik negara ini memiliki posisi unik, ‘terjepit’ di antara dua kekuatan besar: India dan China. Oleh karena itu, negara berjuluk atap langit ini selalu berusaha menjaga keseimbangan hubungan, baik dengan India maupun China. Namun perkembangan beberapa tahun belakangan menunjukkan kecenderungan Nepal untuk menjalin hubungan yang lebih mesra dengan China dengan alasan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, seperti proyek BRI yang sudah dikemukakan di atas. Faktor apa saja yang mendasari pergeseran afinitas tersebut? Apakah kedekatan tersebut berjalan mulus tanpa hambatan? Artikel pendek ini akan mengulas jawaban atas serangkaian pertanyaan di atas.

Foto Ilustrasi / Sumber : zeenews.india.com

Nepal–India: Hubungan Spesial yang Mulai Memudar

Nepal berbatasan langsung dengan India di sisi selatan, timur, dan barat. Selain aspek geografis, kedua negara juga sangat dekat dalam aspek agama, bahasa, dan budaya. Tidak mengherankan jika kedekatan dalam berbagai aspek tersebut menjadi landasan ditandatanganinya Treaty of Peace and Friendship oleh kedua negara pada 31 Juli 1950. Salah satu poin perjanjian tersebut adalah peniadaan hambatan arus pertukaran barang dan orang. Dengan demikian, hubungan perdagangan dan sosial budaya antara kedua negara semakin erat. Pilihan Nepal untuk mendekatkan diri ke India ini juga tak lepas dari perkembangan situasi regional. Saat itu Republik Rakyat China (RRC)–yang belum genap berumur satu tahun–sedang mengkonsolidasikan kekuasaannya di wilayah Tibet, yang berbagi perbatasan dengan Nepal. Akibatnya, diperkirakan puluhan ribu orang Tibet memilih melintasi perbatasan dan menjadi eksil di Nepal. Hal ini memicu China untuk bersikap hati-hati dan melakukan pembatasan jumlah orang Nepal yang boleh berkunjung dan berziarah ke Tibet. Setelah beberapa tahun berlalu, sikap Nepal terhadap China mulai melunak. Pada tahun 1955 Nepal menormalisasi hubungan diplomatik dengan RRC, dan bahkan ketika terjadi Perang China–India tahun 1962, Nepal memilih berada di posisi netral.

Namun demikian, sebagai negara pegunungan yang tidak mempunyai pelabuhan laut, Nepal selama berpuluh-puluh tahun selalu bergantung pada pelabuhan-pelabuhan di India dalam hal rantai pasok dan pengiriman logistik, hingga diperkirakan dua pertiga barang yang beredar di negara itu masuk melalui India. Memasuki dekade 2010-an, kecenderungan Nepal untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan China semakin kentara. Perubahan peta perpolitikan domestik Nepal ditengarai menjadi faktor pemicu utama. Nepal memilih untuk mengakhiri sistem monarki pada tahun 2008. Semenjak menjadi republik, partai-partai berhaluan kiri mulai mengkonsolidasikan kekuatan. Puncaknya, pada awal tahun 2009 partai-partai tersebut melebur dalam Unified Communist Party of Nepal (Maoist). Sejak saat itu, partai ini mendominasi kancah politik Nepal. Sulit dimungkiri, kedekatan ideologis adalah faktor lain yang mempererat hubungan Nepal dengan China. 

Seiring meningkatnya dominasi partai Maoist dalam politik domestik Nepal, pengaruh ekonomi RRC di negeri itu juga semakin kuat. Akibatnya, hubungan Nepal dengan India justru berangsur-angsur merenggang. Meskipun India masih menjadi partner dagang dan sumber investasi asing utama Nepal, posisi India semakin tergeser oleh China. Bahkan sejak 2015, RRC menjadi penyumbang foreign direct investment (FDI) terbesar bagi Nepal. Hal ini sukar dipisahkan dari konflik yang terjadi pada 2015. Ketika itu, terjadi kerusuhan di perbatasan India–Nepal yang berawal dari protes oleh kelompok etnis minoritas yang merasa termarginalisasi oleh konstitusi baru Nepal. Sebagai respons, India pada 23 September 2015 menahan pengiriman barang, khususnya bahan bakar minyak dan obat-obatan, yang menuju ke perbatasan Nepal karena alasan keamanan. Di samping itu, truk-truk milik Nepal yang sedang bongkar muat di pelabuhan Kalkuta, India, juga ditahan. Nepal menganggap India melakukan blokade ekonomi sepihak; tuduhan yang terus disangkal oleh India. Dalam krisis ini, RRC tampil sebagai ‘juru selamat’ dengan membuka keran ekspor minyak lewat perbatasan kedua negara. Krisis ini berlangsung sampai awal 2016. Perselisihan perbatasan Nepal–India kembali memicu ketegangan antara kedua negara pada pertengahan 2020. Nepal sepertinya sudah mengambil pelajaran berharga dari krisis tersebut. Ketergantungan impor dan perdagangan yang terlalu besar pada satu negara dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, pada 1 Februari 2022 Protokol Transit dan Transportasi antara Nepal dan RRC resmi diberlakukan. Berdasarkan protokol tersebut, Nepal memiliki akses untuk melakukan perdagangan dengan pihak ketiga pada tujuh pelabuhan darat dan laut RRC. Semakin pudarnya kedekatan hubungan Nepal–India menuai beragam reaksi publik. Salah satu yang menarik adalah pendapat Akhilesh Upadhyay, wartawan yang berbasis di Kathmandu, ketika diwawancarai oleh DW. Menurutnya, tidak ada dikotomi antara kekuatan ekonomi dan politik. Nepal dan RRC sama-sama menikmati keuntungan dari penguatan perdagangan kedua negara. Yang perlu diperhatikan oleh Nepal adalah usaha untuk mengurangi defisit perdagangan dan meningkatkan kemampuan negosiasi dengan RRC. Sementara di sisi lain, hubungan perdagangan Nepal dan India tetap terus berjalan baik. Secara budaya dan kesamaan nilai, kedua negara relatif lebih dekat sehingga akan sulit bagi China untuk menggantikan India dalam aspek tersebut.

Sumber : jandisha.com

Nepal–China–Amerika Serikat: Hubungan Segi Tiga Demi Keseimbangan?

Kedekatan hubungan Nepal–China semakin terlihat ketika kedua negara menandatangani nota kesepahaman soal BRI pada 2017. Saat itu Nepal berada di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Pushpa Kamal Dahal dari Partai Maoist, yang dianggap pro-China. Sebagai tindak lanjut, pada awal 2019 Nepal mengusulkan sembilan proyek yang akan dilaksanakan dalam koridor BRI, seperti jalur kereta api Trans-Himalaya yang menghubungkan Kathmandu dengan Keyrung, perpanjangan jalur kabel transmisi listrik 440 kV, pembangunan universitas teknologi, dan bendungan hidroelektrik. Bahkan, untuk menunjukkan dukungan RRC terhadap proyek tersebut, Presiden Xi Jinping melakukan lawatan ke Nepal pada November 2019. Nepal bukan satu-satunya negara Asia Selatan yang menjadi mitra proyek BRI. Negara-negara lain yang selama ini berada dalam lingkup pengaruh (sphere of influence) India juga semakin merapat ke RRC dengan ‘iming-iming’ proyek infrastruktur. 

Namun demikian, keberlanjutan proyek BRI di Nepal tidak bisa dikatakan berjalan mulus. Meskipun pejabat tinggi kedua negara telah menyatakan dukungan mereka, hingga saat ini realisasi proyek tersebut masih terbilang kurang menggembirakan. RRC sendiri, seperti dikemukakan oleh Duta Besar RRC untuk Nepal Hou Yanqi dalam wawancara dengan Global Times, berpendirian bahwa lambatnya kemajuan proyek BRI di Nepal merupakan akibat dari pandemi Covid-19 dan pergantian pucuk kepemimpinan di negeri itu. Sementara itu, peneliti hubungan internasional Pramila Devkota ketika diwawancarai oleh DW mengungkapkan, krisis finansial di Sri Lanka menjadi salah satu alasan pejabat Nepal untuk memperlambat pelaksanaan proyek RRC di negara tersebut. Sejalan dengan itu, dalam laporan yang sama, seorang pejabat tinggi Nepal juga mengungapkan tiga kekhawatiran terhadap keberlanjutan proyek RRC. Pertama, Nepal lebih memilih hibah dan pinjaman lunak, alih-alih pinjaman komersial dari China. Kedua, besaran bunga dan waktu pengembalian pinjaman seharusnya mengikuti standar lembaga multilateral, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Ketiga, pengerjaan proyek BRI semestinya dilakukan melalui tender terbuka.

Di sisi lain, hubungan Nepal dengan Amerika Serikat (AS) justru mengalami perkembangan yang terbilang signifikan. Pada 27 Februari 2022 Parlemen Nepal menyetujui dana hibah Millennium Challenge Corporation (MCC) dari AS senilai 500 juta dolar AS. Bantuan yang rancangannya telah ditandatangani sejak 2017 lalu ini bertujuan untuk mendukung proyek modernisasi pada sektor energi dan transportasi di negeri itu. Namun keputusan yang diambil oleh Parlemen Nepal ini malah memperoleh respons beragam dari kekuatan-kekuatan politik yang berseberangan. Partai yang berkuasa saat ini, Partai Kongres Nepal, mendukung penandatanganan di atas. Sedangkan koalisi partai-partai berhaluan kiri, misalnya Communist Party of Nepal (Maoist Centre) dan Communist Party of Nepal (Unified Socialist), menganggap dana hibah tersebut adalah bagian dari strategi Indo-Pasifik AS untuk mengimbangi pengaruh China di Asia.

RRC tentu saja menganggap perkembangan di atas kurang menggembirakan bagi kepentingannya. Apalagi sejak Desember tahun lalu, China dikabarkan telah melakukan lobbying agar proyek hibah dari AS itu tidak terlaksana. Oleh karenanya, ketika proyek tersebut mendapat persetujuan oleh Parlemen Nepal, RRC menanggapinya secara kritis. Masih menurut Global Times, Duta Besar Hou menyebutkan bahwa Nepal seharusnya menjadi “taman percontohan” untuk kerja sama yang akrab antarnegara, alih-alih menjadi “arena pertarungan” permainan geopolitik.

Terlepas dari kegusaran RRC di atas, para cendekia publik di Nepal tampaknya menekankan pentingnya Nepal menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan kekuatan-kekuatan besar. Sebagai contoh, seperti yang dikemukakan kolumnis The Kathmandu Post CK Lal, hubungan bertetangga Nepal dan India harus berlandaskan kepraktisan, alih-alih hanya mengandalkan sentimentalitas. Dalam pandangannya, Nepal juga tidak dapat mengabaikan bayang-bayang AS dan RRC di kawasan Asia Selatan. Menurutnya, hubungan bilateral Nepal–India memang perlu tetapi tidak lagi cukup dalam menjaga hubungan akrab di tengah dunia yang semakin mengglobal. Senada dengan itu, Geja Sharma Wagle, seorang pemerhati hubungan internasional, menyatakan bahwa alih-alih menjadikan negerinya sebuah taman bermain geopolitik dan geostrategi kekuatan besar seperti AS, RRC, dan India, pemerintah Nepal justru harus menjaga keseimbangan diplomatik dan strategis dengan kekuatan-kekuatan itu demi kepentingan nasional Nepal sendiri. Meski disampaikan dalam konteks hubungan luar negeri Nepal, petuah Geja Sharma Wagle di atas tampaknya sangat relevan untuk direnungkan dalam konteks Indonesia yang saat ini sedang didekati, baik oleh RRC maupun kekuatan-kekuatan besar dunia lainnya.

Ignatius Edhi Kharitas adalah peneliti Forum Sinologi Indonesia.

(/FSI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *