Forum Sinologi Indonesia (FSI) : Etnis Tionghoa Ikut Andil dalam Pembangunan dan Kemerdekaan RI

Forum Sinologi Indonesia (FSI) : Etnis Tionghoa Ikut Andil dalam Pembangunan dan Kemerdekaan RI

Jakarta – Dikutip dari laman berita Mediaindonesia.com mengenai, “Peran Etnis Tionghoa dalam Pembangunan dan Kemerdekaan RI, soal pandangan yang menganggap etnik Tionghoa sebagai “orang luar” (the other) seyogyanya tak lagi dipertahankan, karena orang-orang Tionghoa turut memiliki andil dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Bangsa Indonesia. 

Hal itu ditegaskan Koordinator Eksekutif Forum Sinologi Indonesia Galuh P. Larashati dalam webinar bertajuk Generasi Muda Membaca Mei 1998 yang diselenggarakan FSI. (25/05/2022).

FSI merupakan lembaga riset yang digagas oleh Abdullah Dahana, sinolog senior dan guru besar purna bakti dari Universitas Indonesia, bersama dengan Johanes Herlijanto, pemerhati Tiongkok dan masyarakat Tionghoa dari Universitas Pelita Harapan, Jakarta.

Galuh mengatakan, berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh banyak aktivis Tionghoa pascaberdirinya Republik Indonesia merupakan bukti nyata atas Keindonesiaan masyarakat etnik Tionghoa.

“Oleh karenanya Keindonesiaan orang Tionghoa tidak bisa ditawar tawar lagi,” tuturnya.

Dalam pernyataannya, Galuh menekankan pentingnya anak anak muda dari segala latar belakang untuk terlibat dalam pembentukan dan penyebaran narasi-narasi positif mengenai Tionghoa Indonesia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan negara kesatuan Republik Indonesia. 

Para pembicara dalam webinar itu juga sepakat bahwa Tragedi Mei 1998 merupakan peristiwa kelam yang menimbulkan luka yang mendalam, khususnya pada etnik Tionghoa di Indonesia. Pengalaman luka tersebut disampaikan oleh Rani Pramesti, berdasarkan berbagai interview yang ia lakukan ketika memproduksi novel “Chinese whispers,” yang menjadi sebuah karya monumental itu.

Sumber Foto : Media Sosial FSI (Instagram:@sinoforum)

Namun, peristiwa tersebut bukan hanya melukai etnik Tionghoa, tetapi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Oleh karenanya, proses penyembuhannya harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa. 

Penulis Margareta Astaman mengatakan, etnik Tionghoa justru menanggapi peristiwa Mei 1998 dengan melakukan berbagai aktivisme untuk memperkuat keindonesiaan mereka.

Etnik Tionghoa membentuk berbagai organisasi, antara lain Solidaritas Nusa Bangsa, sebuah organisasi multi etnik yang digagas oleh para tokoh muda Tionghoa saat itu.

“Anak anak muda Tionghoa dari generasi milenial yang sebelumnya acuh tak acuh terhadap perpolitikan di Indonesia, menjadi tergerak untuk melakukan aktivisme,” tuturnya

Namun dalam pandangan Margareta, sebagian besar dari para aktivis muda Tionghoa tersebut memilih untuk melakukan aktivisme sosial. Di sisi lain, observasi Margareta menyebutkan, pertanyaan terhadap asal usul mereka sebagai hal yang tak lagi relevan. Sebaliknya anak anak muda Tionghoa menginginkan pudarnya perbedaan antara Pribumi dan non Pribumi.

Pendiri Project Multatuli, Evi Mariani mengingatkan pentingnya melihat hubungan antar etnik di Indonesia, baik pada masa lalu maupun sekarang, sebagai problem struktural. Oleh karenanya, upaya mendesak negara agar mengatasi ketimpangan sosial menjadi penting, dibanding melakukan kegiatan kegiatan yang meningkatkan potensi konflik antar masyarakat.

(/FSI)

Sumber: https://m.mediaindonesia.com/humaniora/495625/fsi-etnis-tionghoa-ikut-andil-dalam-pembangunan-dan-kemerdekaan-ri