Ketua Forum Sinologi Indonesia Paparkan Akar Masalah dan Solusi Laut Natuna Utara

Ketua Forum Sinologi Indonesia Paparkan Akar Masalah dan Solusi Laut Natuna Utara

Jakarta – Dilansir dari detik.com terkait fenomena China selalu mengklaim perairan Natuna sebagai bagian wilayahnya. Padahal, Indonesia nyata-nyata memiliki kedaulatan di laut itu karena termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

Berikut penjelasan lengkap ketua Forum Sinologi Indonesia, Johanes Herlijanto.

Sejarah Panjang

Ketegangan antara Indonesia dan China di perairan Natuna Utara tersebut terkait erat dengan tumpang tindih klaim wilayah di Laut China Selatan, yang menjadi sengketa antara China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia. Indonesia sendiri tidak termasuk dalam negara yang terlibat dalam sengketa di atas. Namun pada tahun 1993, China memaparkan sebuah peta yang memperlihatkan klaim yang menurut China didasarkan pada sejarah. Klaim kewilayahan yang mencengangkan itu ditandai dengan sembilan garis putus-putus, yang kini lebih dikenal dengan sebutan ‘nine-dash line’.

Di sanalah problem antara Indonesia-China mulai muncul: salah satu garis putus-putus tersebut berada di wilayah ZEE Indonesia di dekat kepulauan Natuna. Indonesia sebenarnya telah berupaya meminta klarifikasi dari China. Tetapi sebagai pernah dikemukakan oleh seorang diplomat senior, Profesor Hasjim Djalal, alih-alih memberikan klarifikasi yang jelas, China hanya mengatakan bahwa Natuna adalah milik Indonesia dan bahwa China tidak memiliki tumpang tindih wilayah dengan Indonesia.

Pernyataan bahwa China tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia jauh berbeda dari sikap China di lapangan. Sebaliknya, insiden berupa masuknya kapal-kapal nelayan China dan intevensi kapal penjaga pantai China di wilayah ZEE Indonesia telah terjadi bahkan di 2010 dan 2013, meski pemerintah saat itu memilih untuk menyelesaikan permasalahan secara diam-diam, sehingga tidak menjadi perbincangan khalayak ramai.

Sejak 2016, rangkaian insiden yang menimbulkan ketegangan antara kedua negara terus meningkat sehingga menjadi sorotan media-media nasional dan menimbulkan keresahan baik di kalangan elit maupun masyarakat Indonesia secara umum.

Apalagi, pada tahun 2016 saja tercatat setidaknya terjadi tiga insiden. Sedangkan dalam 3 tahun terakhir ini, yakni pada tahun 2019, 2020, 2021, dan bahkan 2022 ini berbagai peristiwa yang memperuncing ketegangan terkait perairan Natuna kembali terjadi.

Strategi China Dalam Melegitimasi Klaimnya.


1. China melakukan aksi-aksi yang melibatkan kapal penjaga pantai dan kelompok-kelompok nelayannya di sekitar perairan Natuna Utara. Ini karena berbeda dengan pada masa lampau, China kini mengakui secara jelas bahwa meski tidak memiliki sengketa wilayah kedaulatan, China memiliki tumpang tindih dengan Indonesia dalam hak-hak kelautan dan kepentingan lainnya di perairan yang kini bernama Laut Natuna Utara itu,.
2. Strategi lainnya adalah upaya akademik dan penelitian untuk mengangkat peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang dapat mendukung klaim berbasis sejarah versi China, serta upaya untuk menarik Indonesia agar sepakat bahwa terdapat ketumpangtindihan antara Indonesia dan China pada wilayah tersebut.

Solusi


1. Pemerintah harus yang menolak secara tegas klaim China dalam hal apapun di wilayah ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara, karena hak berdaulat Indonesia di wilayah itu sah berdasarkan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Hal ini sudah dilakukan oleh Pemerintah saat ini dan merupakan langkah tepat.
2. Perlu mendorong berbagai upaya yang terkoordinasi dan seirama antara setiap lembaga pemerintah untuk menjaga hak berdaulat Indonesia di wilayah ZEE tersebut.

Johanes Herlijanto.
Ketua Forum Sinologi Indonesia

Sumber : news.detik.com