Tionghoa Muslim: Contoh Nyata Adaptasi Etnis Tionghoa dengan Budaya Lokal

Tionghoa Muslim: Contoh Nyata Adaptasi Etnis Tionghoa dengan Budaya Lokal

Dilansir dari keterangan pers yang dimuat oleh beberapa media, antara lain Wartaekonomi.co.id, Republika.co.id, Jpnn.com, Suara.com, Kompas.com, Viva.co.id, Kabar24.bisnis.com, Tribunnews.com, dan Detik.com, Ketua Forum Sinologi Indonesia, Johanes Herlijanto mengatakan bahwa Tionghoa Muslim adalah contoh nyata yang memperlihatkan bahwa etnis Tionghoa telah banyak beradaptasi dengan budaya dan masyarakat lokal. Bukan hanya dengan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai tradisi setempat, tetapi Tionghoa juga dapat memeluk agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Selain sebagai contoh, partisipasi Tionghoa Muslim juga memiliki peran penting dalam memahami etnis Tionghoa termasuk perannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Besarnya peran etnis Tionghoa sendiri dalam kegiatan ekonomi ditunjukan oleh Mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Ke-10 dan Ke-12, Jusuf Kalla (JK) yang menyinggung ekonomi Indonesia yang 50% lebih dikuasai oleh penduduk etnis Tionghoa yang jumlahnya tidak lebih dari 5% dari jumlah penduduk Indonesia. 

“Jadi kekuatan 10x lipat dari pada jumlahnya,” kata JK. Melalui kekuatan ini kunci utama untuk keberlanjutan bisnis dan kontribusi etnis Tionghoa dalam perekonomian nasional terletak kepada keberhasilan mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Johanes menambahkan bahwa dari proses adaptasi masyarakat Tionghoa Muslim yang terjadi, mereka tidak hanya membangun sebuah identitas yang memiliki keunikan sendiri, tetapi Tionghoa Muslim juga telah membangun ruang bagi sebuah interaksi antarbudaya, antara orang non-Tionghoa Muslim dan Tionghoa Muslim. 

a juga mengakui bahwa proses ini telah membuktikan sebuah penelitian oleh Profesor Wang Gungwu, seorang sejarawan yang mempelajari Tionghoa perantauan beberapa dekade yang lalu. Hasil penelitian Wang terhadap imigran dari Tiongkok tersebut menunjukan kemampuan mereka untuk selalu berubah dan beradaptasi. 

Johanes menjelaskan bahwa kemampuan tersebut juga melekat pada orang Tionghoa di Indonesia. Sejak mereka mendiami pulau-pulau di Nusantara, Tionghoa Indonesia telah menjumpai berbagai budaya lokal dan budaya lainnya di tanah tempat mereka tinggal. Karena itu, Tionghoa Indonesia telah berkembang menjadi kelompok-kelompok yang unik. Keunikan identitas dan budaya mereka lebih tepat untuk dipahami melalui konsep hibriditas yang merujuk pada sebuah kebudayaan yang mengandung aspek-aspek dari berbagai kebudayaan lainnya. 

Namun demikian, keunikan ini sendiri tidak meruntuhkan stereotipe yang memandang orang Tionghoa sebagai kelompok berbeda karena tradisi keagamaan yang tidak sejalan dengan agama-agama masyarakat di Indonesia. Kehadiran Tionghoa Muslim setidaknya dapat membuktikan stereotipe tersebut tidak benar.

Seorang peneliti senior pada Institut Kajian Malaysia dan Antar Bangsa (IKMAS), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Dr Hew Wai Weng menegaskan kembali mengenai keberagaman dalam komunitas Tionghoa Muslim. Keberagaman terdapat dalam organisasi yang berbeda beda, serta pesan yang ingin disampaikan oleh para pendakwah Muslim Tionghoa, baik yang inklusif maupun yang kurang inklusif. 

Dr Hew juga menambahkan, kesamaan di antara keduanya adalah adanya inisiatif untuk membangun identitas Tionghoa Muslim. Identitas ini terlihat dari berbagai masjid yang berkarakteristik Tionghoa yang menurut pandangan Hew, Tionghoa Muslim ingin menyampaikan Islam yang bersifat kosmopolitan.

“Di sisi lain, mereka juga ingin menunjukan inklusivitas orang Tionghoa. Inklusivitas tersebut terlihat dari keterbukaan Tionghoa dalam berinteraksi dengan kelompok etnis lain. Tionghoa Muslim tidak hanya beradaptasi, tetapi juga menciptakan ruang interaksi antarbudaya bagi orang non-Tionghoa Muslim dengan orang Tionghoa non-Muslim,” jelasnya.